Kedudukan dan Jenis Mahar dalam Pernikahan

 MAKALAH 

Kedudukan Dan Jenis Mahar Dalam Pernikahan

Mata Kuliah : Fikih Munakahat A

Dosen Pengampu : Noor Efendy, SHI, MH

Dosen Pengajar : Noor Efendy, SHI, MH

 

Oleh :

Nor Aida Santi (2019110719)

Sa’adatul Munawwarah (2019110735)

PRODI HUKUM KELUARGA ISLAM

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM 

DARUL ULUM KANDANGAN

2020


 

KATA PENGANTAR


Segala puji syukur kita panjatkan kepada Allah Swt. Yang telah banyak memberikan beribu-ribu nikmat kepada kita umatnya. Rahmat beserta salam semoga tetap tercurah kepada junjungan kita, pemimpin akhir zaman yang membawa kita dari alam kegelapan menuju alam terang benerang yang berlandaskan iman, islam dan ihsan yaitu Nabi Muhammad Saw.  Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-nantikan syafa’atnya di akhirat nanti.

Kami mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga kami mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah  kami yang berjudul “Kedudukan dan Mahar Pernikahan”. Sebelumnya kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan pengarahan sehingga kami dapat menyelesaikan makalal ini dengan tepat waktu. Tidak lupa juga kepada bapak dosen dan teman-teman yang lain untuk memberikan sarannya kepada kami agar penyusunan makalah ini lebih baik lahi. Semoga makalah ini bermanfaat untuk penyusun ataupun semua orang yang membaca makalah ini baik.


Kandangan, 22 September 2020

penulis

 

DAFTAR ISI

Kata Pengantar

Daftar Isi

BAB I Pendahuluan

A. Latar Belakang Masalah

B. Rumusan Masala

C. Tujuan

BAB II Pembahasan

A. Pengertian Mahar

B. Kedudukan Dan Jenis Mahar

C. Nash Tentang Mahar

D. Syarat-Syarat Mahar

E. Pandangan Mazhab Tentang Persyartaan Mahar

F. Hikmah Adanya Mahar

BAB III Penutup

A. Kesimpulan

B. Penutup


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Mahar disebutkan dalam al-Our’an (al-Nisa(4): 4) sebagai bagian penting bagi perkawinan seorang muslim. Mahar diberikan oleh mempelai lelaki kepada mempelai perempuan sesuai kesepakatan mereka berdua, boleh saja nilainya seperempat dinar sampai seribu dinar atau lebih. Mahar dalam islam bukan sebgai adat kebiasaan seperti orang afrika yang memberikan karyanya kepada pengantin perempuan. Mahar dalam islam merupakan pemberian dari laki-laki kepada mempelai perempuan dalam perkawinan. Mahar ini menjadi milik mempelai perempuan itu sendiri. Islam telah mengankat derajat kaum perempuan, karena mahar itu diberikan sebagai tanda penghormatan kepada kaum perempuan. Secara umum kata lain yang dipakai untuk mahar dalam al-Qur’an adalah Ajr yang artinya perhargaan serta hadiah yang diberikan kepada penganting perempuan. Sesungguhnya Ajr itu berarti perhargaan sesuatu yang diberikan dan tidak dapat hilang. 

Umar bin Khaththab, kelifah kedua dan gadhi Syuraikh telah menetapkan bahwa apabila seorang isteri menunda untuk menerima seluruh atau sebagian hak maharnya kemudian memimtanya. Suaminya harus membayar mahar itu sebab kenyataannya memang dia membutuhkan pemberian mahar tersbut sebagai bukt jelas dia membebaskan sama sekali.


B. Rumusan Masalah

1. Apa Pengertian Mahar?

2. Apa Kedudukan Dan Jenis Mahar?

3. Apa Nash Tentang Mahar?

4. Apa Saja Syarat-Syarat Mahar?

5. Bagaimana Pandangan Mazhab Tentang Persyaratan Mahar?

6. Apa Hikmah Adanya Mahar?


C. Tujuan

1. Untuk Menetahui Pengertian Mahar.

2. Untuk Mengetahui Kedudukan Dan Jenis Mahar.

3. Untuk Mengetahui Nash Tentang Mahar.

4. Untuk Mengetahui Syarat-syarat Mahar.

5. Untuk Mengetahui Pandangan Mazhab Tentang Persyaratan Mahar.

6. Untuk Mengetahui Hikmah Adanya Mahar.


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Mahar

Mahar dalam bahasa indonesia dikenal atau disebut dengan maskawin. Maskawin atau mahar adalah :

Pemberian seorang suami kepada istri sebelumnya, sesudah pada waktu berlangsungnya akad sebagai pemberian wajib.

Sesuatu yang diserahkan oleh calon suami kepada calon istri dalam rangka akad perkawinan antara keduanya, sebagai lambang kecintaan calon suami terhadap calon istri serta kesediaan calon istri untuk menjadi istrinya.

Mahar menurut Kompilasi Hukum Islam adalah pemberian dari calon mempelai pria kepada calon mempelai wanita, baik bebentuk barang, uang atau jasa yang tidak bertentangan dengan hukum Islam.

Dasar hukum kewajiban mahar adalah : berikanlah mahar kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian juga mereka menyarahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya. (QS An-Nisa ayat 4) 

Macam barang yang dijadikan mahar, wujud dari suatu yang dapat dijadikan mahar dapat berupa : 

1. Barang berharga baik berupa barang bergerak atau tetap ;

2. Pekerjaan yang dilakukan oleh calon suami untuk calon istri ;

3. Manfaat yang dapat dinilai dengan uang.


Menurut Imam Hanafi, mahar tidak boleh usaha dan urusan bermanfaat untuk dijadikan mahar, karena hadits yang menetapkan sekurang-kurangnya mahar ialah 10 dirham, meskipun hadits itu dhoif, tetapi ada hadits lain yang menguatkan. Namun berdasarkan kepada hadits itu berikut ini tampak bahwa usaha dan urusan yang bermanfaat boleh dijadikan mahar.

Hukum Pemberian Mahar adalah wajib sekalipun mungkin jumlahnya sangat kecil (HR. Bukhari). 


B. Kedudukan dan Jenis Mahar

Jenis - jenis mahar, para ahli hukum Islam membagi mahar dalam dua jenis, 

yakni :

a. Mahar yang disebutkan (mahr al-musamma)

b. Mahar Mitsir (mahr al-mithl)

Mahar  yang disebutkan adalah mahar yang ditetapkan sebelum akad nikah, dan disebutkan ketika akan perkawinan.

Mahar Mitsil adalah  sesuatu mahar yang patut atau layak atau  yang berpadan dengan kedudukan si istri, jadi jumlahnya tidak ditetapkan. Menurut Sayid Sabiq. Mahar Mitsil adalah mahar yang seharusnya diberikan kepada perempuan sama dengan perempuan lain, dalam hal umurnya, kecantikannya, hartanya, akalnya, agamanya, kegadisannya, kejandaannya serta negri yang sama ketika akad nikah dilangsungkan. 

Tujuan dan hikmah mahar, merupakan jalan yang menjadikan istri berhati senang dan ridha menerima kekuasaan suami kepada dirinya.

a. Untuk memperkuat hubungan dan menumbuhkan tali kasih sayang dan cinta mencintai.

b. Sebagai usaha memperhatikan dan menghargai kedudukan wanita, yaitu memberikan hak untuk memegang urusannnya.


Dalam Hukum Islam tidak ditetapkan jumlah mahar tetapi didasarkan pada kemempuan masing-masing orang atau berdasarkan pada keadaan dan tradsi keluarga. Dengan ketentuan bahwa jumlah mahar merupakan kesepakatan kedua belah pihak yang akan melakukan akad nikah. Dalam syariat Islam hanya ditetapkan bahwa maskawin harus berbentuk dan bermanfaat, tanpa melihat jumlahnya. Islam tidak menyukai mahar yang berlebihan sebahaimana sabda Nabi Muhammad SAW. “Sesungguhnya perkawinan yang besar berkahnya adalah yang paling murah maharnya”. Dan “Perempuan yang baik adalah yang murah maharnya, memudahkan dalam urusan perkawinannnya dan baik Akhlaknya”.

Berdasarkan kompilasi Hukum Islam dirumuskan masalah mahar sebagai berikut :

1) Pasal 30

Calon mempelai pria wajib membayar mahar kepada calon mempelai wanita yang jumlah, bentuk dan jenisnya disepakati oleh kedua belah pihak.

2) Pasal 31

Penentuan mahar berdasarkan atas kesederhanaan dan kemudahan yang diajukan oleh ajaran Islam.

Setelah menikah suami dapat menambah atau mengurangi mahar yang telah ditetapkan atas persetujuan istri. Hal ini berdasarkan firman Allah dalam surah An-Nisa ayat 24 

.... Dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (yaitu) mencari istri-istri dengan hartamu untuk dikawin bukan untuk berzina. Maka istri-istri yang kamu nikmati (campuri) di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu kewajiban; dan tidaklah mengapa bagi kamu telah saling merelakannya, sesudah menentukan mahar itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS. An-Nisa ayat 24)

وَأُحِلَّ لَكُمْ مَا وَرَاءَ ذَٰلِكُمْ أَنْ تَبْتَغُوا بِأَمْوَالِكُمْ مُحْصِنِينَ غَيْرَ مُسَافِحِينَ ۚ فَمَا اسْتَمْتَعْتُمْ بِهِ مِنْهُنَّ فَآتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ فَرِيضَةً ۚ وَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا تَرَاضَيْتُمْ بِهِ مِنْ بَعْدِ الْفَرِيضَةِ ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًا

وَأُحِلَّ لَكُمْ مَا وَرَاءَ ذَٰلِكُمْ أَنْ تَبْتَغُوا بِأَمْوَالِكُمْ مُحْصِنِينَ غَيْرَ مُسَافِحِينَ ۚ فَمَا اسْتَمْتَعْتُمْ بِهِ مِنْهُنَّ فَآتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ فَرِيضَةً ۚ وَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا تَرَاضَيْتُمْ بِهِ مِنْ بَعْدِ الْفَرِيضَةِ ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًا

.... Dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (yaitu) mencari istri-istri kamu nikmati (campuri) di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu kewajiban; dan tidaklah mengapa bagi kamu telah saling merelakannya, sesudah menentukan mahar itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS. An-Nisa ayat 24)

3) Pasal 34 Kompilasi Hukum Islam merumuskan hal ini:

1. Kewajiban menyerahkan mahar bukan merupakan rukun dalam perkawinan.

2. Kelelaian menyebutkan jenis jan jumlah mahar pada waktu akad nikah, tidak menyebabkan batalnya perkawinan. Begitupula dengan mahar masih terhutang, tidak mengurangi sahnya perkawinan. 


C. Nash Tentang Mahar


وَءَاُتوا االنِّسَاءَ صَدُ قَتِهِنَّ نِحْلَةً

Artinya:  Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. (Q.S An-Nisa : 4)

فَمَا اسْتَمْتَعْتُمْ بِهِ مِنْهُنَّ فَئَاتُوْهُنَّ اُجُوْرَهُنَّ فَرِيْضَةً 

Artinya: Maka isteri-isteri yang telah kamu nikmati (campur) di antra mereka berikanlah  kepada mereka maharnya (dengan sempurna) sebagai sesuatu kewajiban. (Q.S. An-Nisa : 24) 


تَزَوَّجْ وَلَوْ بِخَاتِمٍ مِنْ حَدِيْدٍ

”Kawinlah engkau sekalipun dengan cincin dari besi”.( HR. Bukhari)


عن عامر بن ربيعة ان امرأة من بنى فزارة تزوجت على نعلين فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: أرضيت عن نفسك ومالك بنعلين, فقالت: نعم. فأجا زه (رواه احمد و ابن ماجه والترمذى)

“ Dari ‘Amir bin Roi’ah: Sesungguhnya seorang perempuan dari Bani Farazoh kawin atas maskawin sepasang sandal. Rasulullah SAW. lalu bertanya kepada perempuan tersebut: Apakah engkau Ridho dengan maskawin sepasang sandal? Perempuan tersebut menjawab: Ya. Rasulullah akhirnya meluruskannya. 

D. Syarat- Syarat Mahar

Mahar boleh berupa uang, perhiasan, perabot rumah tangga, binatang, jasa, harta perdagangan atau benda-benda lainnya yang memounyai harga. Disyaratkan bahwa mahar harus diketahui secara jelas dan detail, misalnya seratus lire, atau secara global, misalnya sepotong sepotong emas atau sekarung gandum.

1. Mahar tidak berupa barang haram haram, tidak sah mahar berupa khamar dan babi juga yang telah diharamkan oleh agama.

2. Tidak ada kesamaran, jika terdapat unsur ketidak jelasan maka tidak sah dijadikan mahar seperti mahar rumah yang tidak ditentukan

3. Mahar diniliki dengan pemilikan sempurna. Syarat ini mengecualikan yang kurang atau tidak sempurna, seperti mahar sesuatu yang dibeli dan belum diterima, pemilikan seperti ini tidak dah dijadikan mahar.

4. Mahar mampu diserahkan. Dengan syarat ini mengecualikan yang tidak ada kemampuan menyerahkan seperti burung di awing-awang atai ikan dilaut. 


E. Persyaratan Mahar Menurut Mazhab

1. Mazhab Maliki 

Mazhab maliki menekankan bahwa separuh dari mahar terseut hendaknya diberikan seketika itu dalam perkawinan juga demi kesempurnaan dan keabsahan suatu perkawinan. Mahar boleh diberikan pada saat pernikhan atau boleh pula ditunda setelah selesai upacara perkawinan tersebut.

2. Mazhab Hanafi

Pandangan Mazhab Hanafi bahwa pembayaran mahar dapat diundurkan, atau mahar yang di janjikan itu, baik sebagian atau semuanya. Namun mahar itu sama sekali tidak boleh dilupakan atau mahar yang dijanjikan itu tidak boleh diberikan dengan bersyarat.

3. Mazhab Hanbali

Boleh hukumnya jika seluruh mahar itu dibayarkan kemudian sepanjang ia tidak diabaikan sama sekali. Apabila jumlah mahar itu sudah cukup dan tersdia ditangan, maka pembayarannya tak boleh ditunda lagi.

4. Mazhab Syafi’i

Isteri dapat menolak pernikhan dengan suaminya, bila mahar yang disetujuinya akan dibayar tunai seluruhnya tetapi ternyata tidak jadi diberikan. 

F. Hikmah Mahar

1. Menunjukkan kemuliaan wanita

2. Menunjukkan cinta dan kasih saying seorang suami kepada isterinya

3. Menunjukkan kesungguhannya

4. Menunjukkan tanggung jawab suani dalam kehidupan rumah tangga dengan memberikan nafkah. 

BAB III

Penutup

A. Kesimpulan

Mahar menurut Kompilasi Hukum Islam adalah pemberian dari calon mempelai pria kepada calon mempelai wanita, baik bebentuk barang, uang atau jasa yang tidak bertentangan dengan hukum Islam. Dasar hukum kewajiban mahar (QS An-Nisa ayat 4). Macam-macam barang yang dijadikan mahar seperti: Barang berharga baik berupa barang bergerak atau tetap, pekerjaan yang dilakukan oleh calon suami untuk calon istri, manfaat yang dapat dinilai dengan uang. Ada dua jenis mahar yaitu, Mahar yang disebutkan (mahr al-musamma) dan Mahar Mitsir (mahr al-mithl),

B. Saran

Mohon maaf sebelumnya jika terdapat banyak kesalahan dalam makalah kami ini, kami tentunya menyadari bahwa makalah kami jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kami mohon kepada pembaca jika melihat kesalahan dalam makalah ini agar memberikan kritik dan masukan kepada kami guna kesempurnaan makalah yang akan datang.  Semoga makalah ini mendapat berkah dan keridhaan Allah, sehingga membawa manfaat bagi kami dan pembaca. Dan semoga kita semua bisa mengamalkan ilmu tentang “Kedudukan Dan Jenis Mahar Dalam Pernikahan” ini dalam kehidupan sehari-hari kita dan untuk pembaca ataupun pembuat makalah selanjutnya agar lebih ditingkatkan lagi dari segi penulisan, tata bahasa, dan lain-lain.


DAFTAR PUSTAKA


 Shomad, Abd. Hukum Islam Penormaan Prinsip Syariah dalam Hukum Indonesia. (Jakarta: Karisma Putra Utama, 2017)

Ust. Labib Mz dan Dra. Muflihah, Fiqih Wanita Muslimah, (Surabaya: Cv Cahaya Agency, t.t.h)

Hamim Maulana Malik Ibrahim, “Makalah Mahar Pernikahan”. 2013. 

https://excellent165.blogspot.com/2013/04/makalah-mahar-pernikahan.html. Diakses tanggal 20 September 2020.

Abdul Rahman Ghazali, Fiqh Munakahat, (Jakarta: Kencana, 2008)

A Rahman I. Doi, Penjelasan Lengkap Hukum-Hukum Allah ( Syariah), ( Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002)

Saleh Al-Fauzan, Fiqih Sehari-hari, (Jakarta: Gema Insani Press, 2005)


Tidak ada komentar:

Prospek Hukum Perdata Islam di Indonesia

 MAKALAH “Prospek Hukum Perdata Islam di Indonesia ” Mata Kuliah: Hukum Perdata Islam di Indonesia B  Dosen Pengajar : Noor Efendy, SHI, MH ...

Diberdayakan oleh Blogger.