Hak dan Kewajiban Suami da Isteri dalam Keluarga

 MAKALAH

HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI DALAM KELUARGA

Mata Kuliah : Fiqih Munakahat A

Dosen Pengajar : Noor Efendy, S.H.I., M.H

 

Nama Kelompok 9 :

Nia Alpina                     (2019110716)

Siti Maulida           (2019110728)



PRODI HUKUM KELUARGA ISLAM

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM

DARUL ULUM KANDANGAN

TAHUN 2020 M / 1442 H  


KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Sholawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti.

Kami mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga kami mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah Fiqih Munakahat A dengan judul “Hak dan Kewajiban Suami Isteri dalam Keluarga”.

Kami tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, kami mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Kami berharap semoga ilmu dalam makalah ini dapat bermanfaat bagi kami pribadi yang membuat makalah ini dan juga para pembaca. Namun terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun demi terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi. 

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.


Kandangan, 22 September 2020



DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Rumusan Masalah

C. Tujuan

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Hak dan Kewajiban Serta Apa yang Menimbulkan Terjadinya Hak dan Kewajiban

B. Nash Tentang Hak dan Kewajiban Istri Terhadap Suami

C. Konsep Perundang-undangan Tentang Kewajiban Suami Isteri

D. Pandangan Fuqaha

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran

DAFTAR PUSTAKA


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pernikahan merupakan salah satu syariat Islam yang bertujuan mengatur hubungan antara laki-laki dan perempuan dalam suatu ikatan keluarga yang penuh kasih sayang dan keberkahan. Pernikahan juga merupakan suatu ibadah yang dianggap luhur, sacral mengikuti sunnah Rasul dan dilaksanakan atas dasar keikhlasan, rasa tanggung jawab serta mengikuti ketentuan-ketentuan hukum yang harus diindahkan. 

Setelah terjadinya ikatan pernikahan yang sah, kedua belah pihak baik laki-laki maupun perempuan menjadi sebuah kesatuan, mereka hidup bersama, saling mendukung, bahwan diperbolehkan melakukan sesuatu yang awalnya dilarang oleh agama (jika belum menukah) maka setelah menikah hal tersebut justru menjadi halal bahkan diketegorikan sebagai ibadah, misalnya hubungan seksual antar suami dan istri. Namun yang paling penting adalah memahami bahwa pernikahan bukanlah sekedar perihal memenuhi nafsu seksual semata, melainkan memiliki tujuan-tujuan lain seperti ibadah kepada Allah, memiliki keturunan dan sebagainya.

Setelah menikah seorang suami dan istri masing-masing memiliki hak dan kewajiban terhadap pasangannya. Hak dan kewajiban tersebut bertujuan merumuskan keluarga bahagia, tanpa adanya subordinasi, merginalisasi ataupun pemiskinan terhadap hak dan kewajiban salah satu pihak baik suami maupun istri. Hak dan kewajiban suami istri diklasifikasikan kedalam 3 bentuk : hak suami istri secara Bersama, hak suami atas istri dan hak istri atas suami.


B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian hak dan kewajiban serta apa yang menimbulkan terjadinya hak dan kewajiban?

2. Apa saja nas tentang hak dan kewajiban istri terhadap suami ?

3. Apa saja konsep perundang-undangan hak dan kewajiban suami istri ?

4. Apa saja pandangan para fuqaha tentang kewajiban suami dan isteri ?


C. Tujuan 

1. Untuk mengetahui pengertian hak dan kewajiban serta apa yang menimbulkan terjadinya hak dan kewajiban.

2. Untuk mengetahui nash tenatng hak dan kewajiban suami dan istri.

3. Untuk mengetahui konsep perundang-undangan hak dan kewajiban suami istri.

4. Untuk mengetahui pandangan para fuqaha tentang kewajiban suami dan isteri.


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Hak dan Kewajiban Serta Apa yang Menimbulkan Terjadinya Hak dan Kewajiban

Hak adalah kekuasaan seseorang untuk melakukan sesuatu, sedangkan Kewajiban adalah sesuatu yang harus dikerjakan.

Membicarakan kewajiban dan hak suami istri,terlebih dahulu kita membicarakan apa yang dimaksud dengan kewajiaban dan apa yang dimaksud dengan hak. Adalah Drs. H. Sidi Nazar Bakry dalam buku karangannya yaitu Kunci Keutuhan Rumah Tangga Yang Sakinah mendefinisikan kewajiban dengan sesuatu yang harus dipenuhi dan dilaksanakan dengan baik.Sedangkan hak adalah sesuatu yang harus diterima.

Lantas, pada pengertian diatas jelas membutuhkan subyek dan obyeknya.Maka disandingkan dengan kata kewajiban dan hak tersebut,dengan kata suami dan istri,memperjelas bahwa kewajiban suami adalah sesuatu yang harus suami laksanakan dan penuhi untuk istrinya. Sedangkan kewajiban istri adalah sesuatu yang harus istri laksanakan dan lakukan untuk suaminya.Begitu juga dengan pengertian hak suami adalah,sesuatu yang harus diterima suami dari isterinya.Sedangkan hak isteri adalah sesuatu yang harus diterima isteri dari suaminya.Dengan demikian kewajiban yang dilakukan oleh suami merupakan upaya untuk memenuhi hak isteri. 


1. Hak dan Kewajiban Sebagai Suami

Kewajiban-kewajiban suami kepada istri dan hak yang harus diterima bagi istri itu setidaknya harus:

a) Suami itu harus memberikan Nafkah; nafkah lahir seperti makan dan minum, belanja perabotan rumah tangga, biaya sekolah, biaya mondok, dan belajar anak-anaknya. Di samping itu juga, suami harus memberikan nafkah batin, baik hubungan seksual yang baik dan layak, maupun hubungan psikologis dalam rumah tangga itu yang juga baik dan layak.

b) Suami harus juga memberikan mu’nah. Yang dimaksud dengan mu’nah itu adalah segala sesuatu di luar kewajiban-kewajiban nafkah tersebut, atau bahasa lain adalah segala biaya tak terduga, seperti biaya-biaya pengobatan jika sakit, biaya yang dengan perhiasan istri, biaya untuk istri bersolek dan lain-lain.

c) Suami juga wajib memberikan biaya kiswah, dalam hal ini suami harus memenuhi biaya pakaian Istri (secukupnya dan seperlunya).

Semua kewajiban-kewajiban suami di atas itu tentu disesuaikan sesuai kemampuannya sebagai suami. Kalau penghasilan si suami satu bulan misalnya hanya berkisar 1 juta rupiah saja, maka bagaimana uang 1 juta rupiah itu harus di atur sedemikian rupa, sehingga segala kebutuhan rumah tangga itu bisa berjalan normal; baik itu kebutuhannya sendiri selaku suami, maupun kebutuhan istri dan anak-anaknya. 

2. Hak dan Kewajiban Sebagai Istri

a) Hak yang hubungan dengan benda

Berikut ini adalah hak-hak seorang istri yang berhubungan dengan benda :

Mahar 

Mahar merupakan penghormatan Allah yang diberikan keapada wanita. Masa sebelum Islam, seorang wanita tidak boleh mengurus hartanya sendiri. Allah SWT kemudian menurunkan kewajiban agar seorang laki-laki yang hendak menikah memberikan mahar kepada calon istrinya. 

Mahar ini menjadi hak sepenuhnya seorang calon istri untuk menentukan bersar dan bentuknya. Pengunaannya pun menjadi hak istri sepenuhnya. Tidak dibenarkan oaring lain memanfaatkan atau mengambilnya, kecuali atas kerelaan sang istri. Aisyah ra. Menceritakan, Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya penikahan yang besar barakahnya adalah yang paling murah maharnya.” Dan sabda beliau pula, “Wanita yang baik hati adalah yang murah maharnya, memudahkan dalam urusan perkawinannya dan baik akhlaknya. Sedang wanita yang celaka, yaitu yang mahal maharnya, sulit perkawinannya dan buruk akhlaknya.”


وَءَاتُوا۟ ٱلنِّسَآءَ صَدُقَٰتِهِنَّ نِحْلَةً ۚ فَإِن طِبْنَ لَكُمْ عَن شَىْءٍ مِّنْهُ نَفْسًا فَكُلُوهُ هَنِيٓـًٔا مَّرِيٓـًٔا 

Artinya: 

“Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya.(Q.S An-Nisa: 4)

Pernikahan seorang laki-laki dan seorang wanita yang sah secara agama, akan melahirkan hak dan kewajiban pada keduanya. Hak dan kewajiban ini apabila diperhatikan dan masing-masing pihak berusaha untuk memenuhinya, akan terciptalah rumah tangga yang Sakinah dan penuh ketentraman. 

Nafkah Hidup

Nafkah hidup adalah kebutuhan untuk kehidupan sehari-hari, seperti makan, tempat tinggal, sandang, Pendidikan, dan Kesehatan. Al-Qur’an mewajibkan seorang suami memenuhi kebutuhan rumah tangganya.seorang istri juga tidak boleh menuntut sesuatu yang berlebihan diatas kemampuan suaminya untuk memberikan.


وَعَلَى ٱلْمَوْلُودِ لَهُۥ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِٱلْمَعْرُوفِ ۚ لَا تُكَلَّفُ نَفْسٌ إِلَّا وُسْعَهَا ۚ …

Artinya: 

“Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya..” (Q.S Al-Baqarah: 233)

Rasulullah SAW juga berpesan, dalam sebuah hadis dari Muawiyah  Al-Qursyairi ra. Berkata, “Saya bertanya, wahai Rasulullah, apakah hak seorang istri dari kami kepada suaminya? Sabdanya, engkau memberi makan kepadanya apa yang engkau makan. Engkau memberinya pakaian sebagaimana engkau berpakaian. Janganlah engaku pukul mukanya. Jangan engkau menjelekkannya kecuali masih dalam satu rumah.” (HR. Abu Daud)

Syarat agar seotang istri berhak mendapatkan belanja dari saminya adalah :

1) Pernikahan diantara keduanya sah secara syariat

2) Istri taat dan patuh kepada suaminya 

3) Suami mendapatkan apa yang menjadi haknya, termasuk dipenuhi kebutuhan biologisnya

4) Tidak menolak ajakan dan perintah suami, selagi ajakan atau perintah itu tidak untuk maksiat 

5) Keduanya saling menikmati ikatan pernikahan mereka. Dalam rumah tangga tersebut terjalin hubungan yang baik, menyenangkan dan membahagiakan kedua belah pihak.

Bagaimana bila suami termasuk orang yang “pelit” memberikan belanja kepada istrinya ? apakah sang istri boleh menuntut haknya atau mengambil sendiri sesuai keperluannya?

“Wahai Rasulullah, sesungguhnya Abu Sofyan adalah orang yang kikir. Ia tidak mau memberi nafkah kepadaku dan anakku, sehingga ku mesti mengambil darinya tanpa sepengetahuannya.” Itulah pengaduan Hindun binti Utbah kepada Rasulullah SAW.

Dari Aisyah ra., Rasulullah SAW bersabda, “ambillah apa yang mencukupi bagimu dan anak mu dengan cara yang baik.” (HR. Bukhari dan Muslim)

b) Hak yang berhubungan dengan bathin (rohani)

Diantara hak-hak istri yang berkaitan dengan bathin adalah sebagai berikut.

1) Dilindungi dan diperlakukan dengan baik

Memperlakukan pasangan dengan baik adalah perintah Aallah SWT dalam Al-Qur’an, Allah berfirman :


… وَعَاشِرُوهُنَّ بِٱلْمَعْرُوفِ ۚ …

Artinya: 

“Dan bergaullah dengan mereka secara patut.” (Q.S An-Nisa: 19). 

Perlakuan yang baik akan melahirkan kemesraan, membuat istri rela dan ikhlas untuk menaati suami. Perlakuan baiklah yang membuat cinta dan rasa percaya tumbuh mewarnai rumah tangga. 

Termasuk memperlakukan istri dengan baik adalah menghormati istri, bergaul dengan baik dan wajar, mendahulukan kepentingannya yang memang patut didahuluka, menahan diri (bersabar) apabila mendapti hal-hal yang kurang menyenangkan darinya. 

Perlakuan yang baik kepada istri adalah bukti kesempurnaan akhlak seseorang, demikian Nabi SAW berpesan. “Orang mukmin yang paling baik imannya yaitu yang paling baik akhlaknya. Dan orang yang paling baik diantara kamuy aitu orang yang sangat baik kepada istrinya.” (HR Tirmizi)

Termasuk kewajiban suami kepada istrinya adalahmelindinginya dari segala hal yang membehayakan jiwa dan raganya. Seorang suami wajib merasa “cemburu” kepada istrinya untuk menjaga kehormatan dirinya dan keluarganya.

2) Diperlakukan dengan adil bagi suami yang berpoligami

Bagi suami yang memiliki lebih dari seorang istri, wajib baginya berlaku adil terhadap istri-istrinya. Adil membagikan nafkah untuk kebutuhan sehari-hari, adil dalam perhatian, serta adil membegi waktu bermaslam. 

Disamping hak, seorang istri juga mempunya kewajiban yang harus ia lakukan kepada suaminya. Kewajiban seorang istri adalah 

Taat kepada suaminya dalam hal-hal yang tidak maksiat.

Menjaga dirinya dan harta suami dari hal-hal yang membahayakan serta menimbulkan kecemburuan suaminya.

Menghormati keluarga suami serta tamu-tamu suami.

Meminta izin kepada suaminya saat hendak mengerjakan amalan-amalan sunah, seperti puasa sunah.

Tidak meremehkan nafkah yang diberikan oleh suaminya, sekalipun mungkin jumlah nominalnya kecil dan lebih kecil dari penghasilan istri apabila ia juga bekerja.

Meminta izin kepada suami Ketika hendak keluar rumah dan bepergian, termasuk pada saat hendak menunaikan ibadah haji.

Mendidik anak Bersama suaminya dengan penuh kasih sayang.

Menghibur suami, menyenagkan hatinya, merawat dan melayani keperluan suami.

Menjaga penampilan dihadapan suami, santun dalam berbicara dan sopan dalam bersikap.

Nejaga rahasia suami dan rahasia rumah tangga.

Menjadi sahabat bagi suami, memberikan pandanagn nasihat pada saat suami memerlukan masukan darinya. 


B. Nash Tentang Hak dan Kewajiban Istri Terhadap Suami

Ada sejumlah nash (Al-Qur’an dan Sunnah / Hadis Nabi Muhammad SAW) yang berbicara sekitar hak dan kewajiban suami dan istri. Nash Al-Qur’an sekitar hak dan kewajiban sumi istri dapat dikelimpokkan menjadi empat kelompok. Pertama, nash yang berbicara sekitar hak dan kewajiban Bersama, yakni Al-Baqarah (2) : 228


 وَٱلْمُطَلَّقَٰتُ يَتَرَبَّصْنَ بِأَنفُسِهِنَّ ثَلَٰثَةَ قُرُوٓءٍ ۚ وَلَا يَحِلُّ لَهُنَّ أَن يَكْتُمْنَ مَا خَلَقَ ٱللَّهُ فِىٓ أَرْحَامِهِنَّ إِن كُنَّ يُؤْمِنَّ بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِ ٱلْءَاخِرِ ۚ وَبُعُولَتُهُنَّ أَحَقُّ بِرَدِّهِنَّ فِى ذَٰلِكَ إِنْ أَرَادُوٓا۟ إِصْلَٰحًا ۚ وَلَهُنَّ مِثْلُ ٱلَّذِى عَلَيْهِنَّ بِٱلْمَعْرُوفِ ۚ وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ ۗ وَٱللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

Artinya:

“Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru'. Tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. Dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) menghendaki ishlah. Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Q.S Al-Baqarah: 228)

Kedua, adalah nash Al-Qur’an tentang mahar yakni  An-Nisa (4) : 24 

وَٱلْمُحْصَنَٰتُ مِنَ ٱلنِّسَآءِ إِلَّا مَا مَلَكَتْ أَيْمَٰنُكُمْ ۖ كِتَٰبَ ٱللَّهِ عَلَيْكُمْ ۚ وَأُحِلَّ لَكُم مَّا وَرَآءَ ذَٰلِكُمْ أَن تَبْتَغُوا۟ بِأَمْوَٰلِكُم مُّحْصِنِينَ غَيْرَ مُسَٰفِحِينَ ۚ فَمَا ٱسْتَمْتَعْتُم بِهِۦ مِنْهُنَّ فَـَٔاتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ فَرِيضَةً ۚ وَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا تَرَٰضَيْتُم بِهِۦ مِنۢ بَعْدِ ٱلْفَرِيضَةِ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًا

Artinya :

“Dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki (Allah telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu. Dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (yaitu) mencari isteri-isteri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina. Maka isteri-isteri yang telah kamu nikmati (campuri) di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu kewajiban; dan tiadalah mengapa bagi kamu terhadap sesuatu yang kamu telah saling merelakannya, sesudah menentukan mahar itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana". (QS. An-Nisa : 24 )

Ketiga,  adalah  nash Al-Qur’an tentang nafkah, yakni At-Talaq (65) : 7

أَسْكِنُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ سَكَنتُم مِّن وُجْدِكُمْ وَلَا تُضَآرُّوهُنَّ لِتُضَيِّقُوا۟ عَلَيْهِنَّ ۚ وَإِن كُنَّ أُو۟لَٰتِ حَمْلٍ فَأَنفِقُوا۟ عَلَيْهِنَّ حَتَّىٰ يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ ۚ فَإِنْ أَرْضَعْنَ لَكُمْ فَـَٔاتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ ۖ وَأْتَمِرُوا۟ بَيْنَكُم بِمَعْرُوفٍ ۖ وَإِن تَعَاسَرْتُمْ فَسَتُرْضِعُ لَهُۥٓ أُخْرَىٰ

Artinya :

“Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. Dan jika mereka (isteri-isteri yang sudah ditalaq) itu sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin, kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu maka berikanlah kepada mereka upahnya, dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya". (QS. At-Talaq : 6)

Keempat,  adalah nash Al-Qur’an yang berkaitan dengan hak istri yang ditalak, yakni  At-Talaq (65) : 6 

لِيُنفِقْ ذُو سَعَةٍ مِّن سَعَتِهِۦ ۖ وَمَن قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُۥ فَلْيُنفِقْ مِمَّآ ءَاتَىٰهُ ٱللَّهُ ۚ لَا يُكَلِّفُ ٱللَّهُ نَفْسًا إِلَّا مَآ ءَاتَىٰهَا ۚ سَيَجْعَلُ ٱللَّهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُسْرًا

Artinya :

“Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan". (QS. At-Talaq : 7) 


C. Konsep Perundang-undangan Tentang Kewajiban Suami Isteri

1. Peruu-an Indonesia

Kewajiban-kewajiban suami ada empat, dan yang pertama suami wajibmembimbing isteri dan rumah tangga. Kedua suami wajib melindungi isteri dan memenuhi keperluan rumah tangga, yang meluputi nafkah, kiswah, tempat tinggal, biaya rumah tangga, biaya perawatan, biaya pengobatan dan biaya Pendidikan. Ketiga, suami wajib memberi Pendidikan agama kepada isteri dan memberikan kesempatan belajar. Keempat, suami wajib menyediakan tempat tinggal bagi isteri dan anak atau bekas isteri yang masih dalam masala iddah.

Sementara kewajiban-kewajiban isteri terhadap suaminya adalah pertama, isteri wajib berbakti kepada suami. Kedua, isteri wajib mengatur rumah tangga.

Adapun yang masuk kelompok kewajiban bersma adalah sepuluh. 

a) Sama wajib menegakkan rumah tangga, dan hal-hal pentung dalam rumah tangga diputuskan Bersama oleh suami dan isteri

b) Sama-sama mempunyai hak dan kedudukan yang seimbang dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan dalam masyarakat, meskipun disebut suami sebagai kepala keluarga dan isteri sebagai ibu rumah tangga.

c) Sama-sama berhak melakukan perbuatan hukum.

d) Musyawatah Bersama dalam menentukan tempat tinggal (rumah)

e) Wajib saling mencintai, hormat menghormati dan saling membantu.

f) Sama-sama mempunyai hak hak gugat apabila salah satu melalaikan kewajibannya.

g) Harta yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta Bersama

h) Masing-masing berhak menguasai dan menggunakan harta bawaan, hadiah dan warisan masing-masing

i) Harus persetujuan Bersama untuk mengunakan harta Bersama, dan kalua terjadi perceraian, harta Bersama diatur menurut hukum masing-masing.

j) Kaduanya harus mempunyai tempat kediaman yang tetap.

2. Peruu-an Negara Muslim Lain

Adapun kewajiban suami pertama suami wajib membuat hubungan baik denga isteri dalam kehidupan keluarga dan memeprgauli isteri dengan baik, dan isteri tidak disuruh patuh kepada suami dalam hal-hal yang tidak benar / tidak halal. Kedua, suami poligami harus berlaku adil terhadap isteri-isteri dan memperlakukan mereka sejajar (egaliter), dan mereka tidak tinggal dalam satu rumah, kecuali atas izin mereka. Ketiga, kalua akad nikah sudah selesai, mahar dan nafkah harus sudah ditunaikan suami, dan hak saling mewarisi sudah mulai berlaku. Keempat, suami harus menyediakan rumah dan perlengkapannya sesuai dengan kemampuan suami, kebiasaan (adat), dan kondisi tempat kerjanya.

Adapun kewajiban isteri disebutkan dalam pasal 37, begitu menerima mahar isteri wajib patuh kepada suami untuk tinggal dirumah yang telah disediakan suami, atau pindaj kerumah yang diinginkan suami, meskipun hars keluar negeri, sepanjang tempat tersebut aman buat isteri dan tidak ada perjanjian sebaliknya Ketika melakukan akad nikah. Sebaliknya, kalua isteri tidak patuh keada suami, nafkah dari suami hilang dengan sendirinya. 



D. Pandangan Fuqaha

1. Mahzab Mailiki

Secara khusus pembahasan tentang hak dan kewajiban suami dan isteri tidak ditemukan dalam kitab Mahzab Mailiki. Salah satu dan kewajiban pertama suami terhadap isteri adalah membayar mahar. Kewajiban suami kedua terhadap isterinya adalah berlaku adil kepada isteri-isteri (suami yang poligami). Kewajiban ketiga adalah mencukupu nafkah keluarga. 

Menurut Malik, tempat tinggal (sukna) wajib bagi isteri dalam semua jenis talak. Sementara nafkah tidak wajib bagi talah bain, kecuali sedang hamil. Sedang untuk talak raj’i wajib nafkah (semua jenis, hamil atau tidak) sampai habis masa tunggu (iddah). Demikian juga isteri yang khulu kalua sedang hamil wajib dinafkahi suami.

2. Mahzab Hanafi

Mahzab Hanafi juga tidak ditemukan pembahasan khusus tentnag hak dan kewajiban suami dan isteri. Hanya saja dari pembahasan yang sudah ada secara khusus ditemukan pula beberapa hak dan kewajiban kedua belah pihak. Adapun hak-hak isteri yang sekaligus menjadi kewajiban suami, pertama mendapat mahar, meskipun disebutkan, akad nikah tanpa menyebut mahar adalah boleh, dalam arti nikahnya sah. 

Menurut Abu Hanifah mahar adalah kewajiban tambahan dalam akd nikah sama dengan nafkah. Menurut Abu Hanifah, akad nikah harus diganti dengan mahar. Sedang kewajiban akad nikah adalah tuntutan syariat berdasar al-Ahzab (33) : 50, didukung dengan hadis dari Abu Sa’id Al-Khudri. 

3. Mahzab al-Shafi’i

Diantara hak-hak isteri yang menjadi keajiban suami, pertma, mendapat mahar, berdasar an-Nisa (4): 4, suruhan memberikan mas kawin kepada wanita yang dinikahi sebagai pemberian dengan penuh kerelaan.

Adapun dasar suami wajib membayar mahar adalah al-Baqarah (2) : 236 dan 237, bahwa mahar tidak wajib kalua isteri dicerai sebelum mencampuri dan belum ditentukan jumlah mahar, atau membayar separoh kalua jumlah mahar sudah ditentukan tetapi belum dicampuri, disamping juga menunjukkan sah nikah tanpa mahar.

Adapun kadar mahar yang wajib berdasar an-Nisa (4) : 20, mempunyai nilai (qintara), bahwa yang penting mahar tersebut adalah berharga. 

4. Mahzab Hambali

Mahzab Hambali membagi hak dan kewajiban suami dan isteri menjadi 3 jenis, yakni : (1) hak dan kewajiban Bersama, (2) hak isteri yang menjadi kewajiban suami, dan (3) hak suami yang menjadi kewajiban isteri. Adapun kewajiban Bersama antara suami dan isteri adalah mempergauli pasanagn dengan baik. 


BAB II

PENUTUP

A. Kesimpulan

Apabila akad nikah telah berlangsung dan sah memenuhi syarat rukunnya, maka akan menimbulkan akibat hukum. Dengan demikian, akan menimbulkan pula hak dan kewajibannya selaku suami istri dalam keluarga. Dari pemaparan makalah diatas dapat disimpulkan beberapa hal, diantaranya :

1. Hak dan Kewajiban Suami

2. Hak dan Kewajiban Isteri

3. Hak dan Kewajiban Bersama

B. Saran

Demikianlah  makalah ini kami buat. Tentunya masih banyak kesalahan yang terdapat dalam makalah ini untuk menuju yang lebih baik lagi, kritik dan saran kami butuhkan demi kesempurnaan makalah selanjutnya. Kami ucapkan terimakasih dan mohon maaf apabila masih banyak kesalahan dalam pembuatan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.


DAFTAR PUSTAKA


Nasution, Khoiruddin. Hukum Perkawinan I. Yogyakarta: ACAdeMIA + TAZZAFA. 2013

Asmayani, Nurul. Perempuan Bertanya, Fiqih Menjawab. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 2014

https://tebuireng.online/memahami-hak-dan-kewajiban-suami-istri/ (Diakses Selasa, 22 Sepetember 2020, Pukul 14.20 WITA)

http://myighfirlana.blogspot.com/2015/03/makalah-hak-dan-kewajiban-suami-isteri.html (Diakses Selasa, 22 September 2020. Pukul 14.45 WITA)


Tidak ada komentar:

Prospek Hukum Perdata Islam di Indonesia

 MAKALAH “Prospek Hukum Perdata Islam di Indonesia ” Mata Kuliah: Hukum Perdata Islam di Indonesia B  Dosen Pengajar : Noor Efendy, SHI, MH ...

Diberdayakan oleh Blogger.