Makalah Qawaid Ushuliyah Lughawiyah

MAKALAH
QAWAID USHULIYAH LUGHAWIYAH
Mata Kuliah: Ushul Fiqh
Dosen Pengampu: H. Shahibul Ardi Bin Amir hasan, SHI, MA
Dosen Pengajar: Noor Efendy, SHI, MH

Oleh :
Muhammad Firdaus (2019110712)
Mahfuzah (2019110737)

PRODI HUKUM KELUARGA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
DARUL ULUM KANDANGAN
TAHUN 2020 M / 1441 H


DAFTAR ISI

DAFTAR ISI
BAB I
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Masalah
BAB II
A. Qawaid Ushuliyyah
1. Pengertian Qaidah Ushuliyah
2. Urgensi Qaidah Ushuliyah
3. Jenis Qaidah Ushuliyah
B. Qawaid Lughawiyah
1. Pengertian Qaidah Lughawiyah
2. Jenis Kaidah Lughawiyah
BAB III
A. KESIMPULAN
B. SARAN 11
DAFTAR PUSTAKA







BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Fiqh sebagai ilmu metodologi pengambilan hukum mempunyai peranan penting dalam ranah keilmuan agama Islam khususnya dalam ilmu hukum Islam atau ilmu fiqh. Pembahasan dari segi kebahasaan atau lughawiyah, sangat penting sekali di telalah karena sumber hukum Islam yaitu Al-Qur’an dan Hadist yang menggunakan bahasa arab yang mempunyai banyak makna yang terkandung di dalamnya.
Nash al-Quran dan as Sunnah menggunakan bahasa Arab. Hukum dari nash tersebut dapat dipaham secara benar jika memperhatikan tuntunan tata bahasa, cara pengambilan makna dan arti yang ditunjukkan oleh kata per kata serta susunan kalimat dalam bahasa Arab. Karena itu para pakar ilmu Ushul Fiqih islam mengadakan penelitian tentang tata Bahasa Arab, ungkapan dan kosa katanya. 
Pemahaman hukum-hukum dari nash-nash baik dari al-Qur’an maupun Al-Hadis  hanyalah menjadi satu pemahaman yang benar apabila diperhatikan  konotasi uslub dalam bahasa arab dan cara-cara dalalahnya, serta apa yang ditunjuki lafaz-lafaznya, baik dalam bentuk mufrad (kalimat tunggal) maupun murakkab(susunan). Dalam hal ini, ulama’ ushul fiqh islam menaruh perhatian serius pada penelitian tentang uslub arab, susunannya , dan kata-kata mufrad-nya, serta mengambil kesimpulan dari penelitian tersebut. Di antara yang ditetapkan oleh ulama’ bahasa ini ialah : kaidah-kaidah dan ketentuan-ketentuan (dhabith), yang dengan memperhatikanya dapat sampai kepada pemahaman  hukum dari nash-nash syar’iyyah dengan suatu pemahaman yang benar, sesuai dengan apa yang dipahami oleh Bangsa Arab yang nash-nash tersebut datang dengan bahasanya, dan juga menjadi sarana untuk memperjelas nash yang mengandung kesamaran, menghilangkan kontradiksi yang kelihatan di antara nash-nash itu, dan men-takwil-kan sesuatu yang menunjukkan untuk pen-takwilanya, serta lainya yang berhubungan dengan pengambilan hukum dari berbagai nashnya. Kaidah-kaidah dan dhabith-dhabit tersebut adalah kebahasaan (lughawiyyah) yang diambil dari penelitian uslub bahasa arab yang dijadikan sebagai sarana untuk memahami berbagai materi undang-undang manapun yang ditetapkan dengan bahasa arab seperti nash-nash syar’iyyah, semuanya tersusun dengan menggunakan bahasa arab yang terdiri dari berbagai satuan kata dari bahasa arab dengan menggunakan uslub bahasa arab. oleh karena itu, dalam memahami makna dan hukum sebuah nash haruslah menempuh jalan orang arab dalam memahami susunan bahasa, mufrodat dan uslub-nya.
B. Rumusan Masalah
1 Apa Pengertian Qawaid Ushuliyah?
2 Bagiamana Urgensi Qawaid Ushuliyah?
3 Apa saja Jenis Qawaid Ushuliyah?
4 Apa Pengertian Qawaid Lughawiyah?
5 Apa saja jenis Qawaid Lughawiyah?

C. Tujuan Masalah
1 Untuk Mengetahui Pengertian Qawaid Ushuliyah
2 Untuk Mengetahui Urgensi Qawaid Ushuliyah
3 Untuk Mengetahui Jenis-jenis Qawaid Ushuliyah
4 Untuk Mengetahui Pengertian Qawaid Lughawiyah
5 Untuk Mengetahui jenis-jenis Qawaid Lughawiyah





BAB II
PEMBAHASAN
A. Qawaid Ushuliyyah
1. Pengertian Qaidah Ushuliyah
Kaidah dalam bahasa Arab ditulis dengan qaidah, artinya patokan, pedoman, dan titik tolak. Ada pula yang mengartikan dengan peraturan. Bentuk jamak qa’idah (mufrad) adalah qawa’id. Ahmad Muhammad Asy-Syafi’i, sebagaimana yang dikemukakan oleh Mushlih Usman mengartikan kaidah sebagai berikut:
كَثِيْرَةٍ جُزْئِيٙاةٍ حُكْمُ مِنْهَا وَاحِدٍ كُلٙ تَحْتَ يَنْدَرِجُ اَلٙتِىْ اَلْقَضَايَاالْكُلِّيَّةُ : اَلْقَاعِدَةُ
Artinya:
“Hukum-hukum yang bersifat menyeluruh yang dijadikan jalan untuk terciptanya masig-masing hukum juz’i.” 
Dalil syara’ itu ada yang bersifat menyeluruh, universal, dan global (kulli dan mujmal) da nada yang hanya ditunjukan bagi suatu hukum tertentu dari suatu cabang hukum tertentu pula. Dalil yang bersifat menyeluruh itu disebut pula qaidah ushuliyah. Dari pengertian di atas terkandung maksud bahwa objek bahasan Uhsul Fiqh antara lain adalah qaidah penggalian hukum dari sumbernya. Dengan demikian yang dimaksud dengan qaidah ushuliyyah adalah sejumlah peraturan untuk menggali hukum. Qaidah Ushuliyyah itu umumnya berkaitan dengan ketenttuan dalalah lafazh atau kebahasaan.
Adapun Ushuliyyah berasal dari kata al-ashl, artinya pokok, sebagaimana telah diuraikan dalam pengertian ushul fiqih bahwa makna ushul adalah pokok, dasar, atau dalil sebagai landasan. Dengan demikian makna qaidah ushuliyah adalah pedoman untuk menggali dalil syara’, titik tolak pengambilan dalil atau peraturan yang dijadikan metode penggalian hukum. Kaidah ushuliyah disebut juga sebagai kaidah lughawiyah.
Kaidah ushuliyah adalah dasar-dasar pemaknaan terhadap kalimat atau kata yang digunakan dalam teks atau nash yang memberikan arti hukum tertentu dengan didasarkan kepada pengamatan kebahasaan dan kesusatraan Arab.

2. Urgensi Qaidah Ushuliyah
Seperti disebutkan di atas, bahwa qaidah ushuliyah itu berkaitan dengan bahasa. Dalam pada itu, sumber hukum adalah wahyu yang berupa bahasa. Oleh karena itu, qaidah ushuliyah berfungsi sebagai alat untuk menggali ketentuan hukum yang terdapat dalam bahasa (wahyu) itu. Menguasai qaidah ushuliyah dapat mempermudah faqih untuk mengetahui hukum Allah dalam setiap peristiwa hukum yang dihadapinya. 
3. Jenis Qaidah Ushuliyah
Penerapan qaidah ushuliyah, yang pertama adalah kaidah lughawiyah, yaitu kaidah bahasa yang berhubungan dengan kalimat-kalimat yang tersirat dalam Al-Qur’an maupun As-Sunnah. Lebih jelasnya sebagai berikut:
1. Kaidah ushuliyah yang berkaitan dengan amr yang menunjukan kewajiban bagi mukallaf untuk mengamalkannya. Kaidahnya adalah:
لِلْوُجُوْبِ اَلْأَمْرِ فِى اَلْأَصْلُ
Artinya:
“Asal dari perintah itu wajib”
Misalnya dalam Al-Qur’an terdapat ayat, “aqim al-shalat wa atu az-zakah”, kata “aqim dan atu” adalah fiil amr (kata kerja perintah) maka asal dari perintah shalat dan zakat hukumnya wajib.
2. Kaidah kedua:
لِنَّدَبِ اَلْأَمْرِ فِى اَلْأَصْلُ
Artinya:
“Asal dari perintah itu hukumnya sunnat”
Dengan demikian, selain asal perintah itu wajib, ada pula yang sunnat, yaitu apabila lafazh amr dilengkapi dengan petunjuk sunnat, yaitu apabila lafazh amr dilengkapi dengan petunjuk (qarinah) yang bermakna buka wajib.
Misalnya dalam surat Al-Muzzamil ayat 1-2:
قَلِيْلَاً اِلَّا اَلَّيْلَ قُمِ . الْمُزَمِّلُ يَآاَيُّهَا
Artinya: “Hai orang yang berselimut (Muhammad), bangunlah (untuk shalat) pada malam hari, kecuali sedikit (darinya).” (QS. Al-Muzzammil: 1-2)
3. Kaidah Ushuliyah berkaitan dengan larangan (nahy).
لِتَّحْرِيْمِ النَّهْيِ فِى اَلْأَصْلُ
Artinya:
“Asal dari larangan itu hukumnya haram
Misalnya larangan berjudi, berzina, meminum arak, merusak dimuka bumi, dan sebagainya. 

Jadi qawaid ushuliyah ini berarti kaidah-kaidah yang dipakai para ulama untuk menggali hukum-hukum yang ada dalam Alqur’an dan As-sunnah yang mana kaidah-kaidah itu sebenarnya berdasarkan makna dan tujuan yang telah diungkapkan oleh para ahli bahasa arab (pakar linguistik Arab), sehingga dapat dikatakan bahwa qawaid ushuliyah itu adalah kaidah-kaidah yang bersifat lughawiyah (berjenis kaidah bahasa).

Kaidah ushuliyah sendiri dibagi menjadi dua yaitu kaidah ushuliyah al lughawiyah dan kaidah ushuliyah at ‘tasyri’iyah. 

1) Kaidah Ushuliyah al Lughawiyah
Kaidah ushuliyah al lughawiyah adalah kaidah-kaidah yang dikeluarkan dari pandangan-pandangan bahasanya yang mengantarkannya kepada pemahaman khusus bahasa arab dengan pemahaman yang benar.
Kaidah ushuliyah al-lughawiyah memiliki 4 pembahasan:

a. Lafadzh berdasarkan penempatan untuk maknanya.
Contoh: 
Dalam kaidah an-nahyu yaitu dalam surat al-isra ayat 32,
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا ۖ إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا - 17:32
Artinya: “Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk”.
Ayat itu menjelaskan tentang larangan berzina. Karena di dalam ayat tersebut terdapat kata “jangan” yang sudah jelas memerintahkan agar menjauhi suatu larangan (berzina). 

b. Lafadzh berdasarkan penjelasan maknanya.
Contoh: 
dalam penjelasan “Mutasyabah” dalam surat al-fath 10,
إِنَّ الَّذِينَ يُبَايِعُونَكَ إِنَّمَا يُبَايِعُونَ اللَّهَ يَدُ اللَّهِ فَوْقَ أَيْدِيهِمْ ۚ فَمَن نَّكَثَ فَإِنَّمَا يَنكُثُ عَلَىٰ نَفْسِهِ ۖ وَمَنْ أَوْفَىٰ بِمَا عَاهَدَ عَلَيْهُ اللَّهَ فَسَيُؤْتِيهِ أَجْرًا عَظِيمًا - 48:10
Artinya:”Bahwasanya orang-orang yang berjanji setia kepada kamu sesungguhnya mereka berjanji setia kepada Allah. Tangan Allah di atas tangan mereka, maka barang siapa yang melanggar janjinya niscaya akibat ia melanggar janji itu akan menimpa dirinya sendiri dan barangsiapa menepati janjinya kepada Allah maka Allah akan memberinya pahala yang besar”.
Maksud dari ayat di atas itu bahwa dalam kata tangan memiliki makna kekuasaan, yang mana kekuasaan Allah SWT di atas seluruh kekuasaan-kekuasaan yang dimiliki hamba-Nya. Dan bukan makna asli yaitu tangan Allah, melainkan memiliki makna tersendiri. 

c. Lafadzh berdasarkan cara pengambilan makna dari dalilnya.
Contoh:
 Dalam penjelasan “Manthuq” surat al-Isra 23,
وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا ۚ إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِندَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُل لَّهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا - 17:23
Artinya:”Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “Ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan mulia”.

Ayat tersebut menjelaskan tentang haramnya berkata “Ah” kepada orang tua. Karena dalam ayat tersebut jelas bahwa tertulis larangan berkata “Ah” pada orang tua. Dan maknanya pun biasa diperluas yaitu larangan durhaka kepada orang tua. 

d. Lafadzh berdasarkan pemakaian dalam maknanya
Contoh: 
Dalam penjelasan “al-Majaaz” surat al-Mukmin 13,
هُوَ الَّذِي يُرِيكُمْ آيَاتِهِ وَيُنَزِّلُ لَكُم مِّنَ السَّمَاءِ رِزْقًا ۚ وَمَا يَتَذَكَّرُ إِلَّا مَن يُنِيبُ - 40:13
Artinya:”Dialah yang memperlihatkan tanda-tanda (kekuasaan)-Nya kepadamu dan menurunkan rezeki dari langit untukmu. Dan tidak lain yang mendapatkan pelajaran hanyalah orang-orang yang kembali (kepada Allah)”.
Ayat tersebut menjelaskan bahwa Allah memberi rizki dari langit. Maksud dalam ayat ini rizki tidak turun dari langit, melainkan Allah menurunkan hujan yang darinya menyebabkan suatu rizki itu tumbuh (menyuburkan tanaman) dan kata rizki dalam ayat tersebut tidak memiliki makna asli tetapi berhubungan dengan suatu sebab yaitu hujan. 

2) Kaidah Ushuliyah at tasyri’iyah
kaidah ini memiliki dua pembahasan yaitu maqasdhu syariah dan raddu at ta’arudh.
Maqasdhu syariah adalah tujuan-tujuan yang telah allah syariatkan dengan hukum-hukum agama dengan suatu pekerjaan yang mewajibkan kita atasnya di dunia. 
Raddu at-ta’arudh adalah cara yang menyingkirkan satu dari dua dalil yang bertentangan.
Dengan ini kita dapat menyimpulkan bahwa kaidah ushuliyah adalah kaidah yang menjelaskan tentang hukum-hukum yang umum dan akurat yang menjadi perantara dalam pengambilan keputusan  kaidah fiqhiyah dari dalil-dalil al-quran dan as-sunnah serta cara penggunaan dan kondisinya. 
B. Qawaid Lughawiyah
1. Pengertian Qaidah Lughawiyah
Istilah qawaid lughawiyah terdiri dari dua kata, kata qawaid dan lughawiyah. Pertama, adalah kata qawaid merupakan jama’ dari kata kaidah yang secara bahasa berarti aturan, rumusan atau asas-asas. Kedua, adalah kata lughawiyah yang secara bahasa berarti apa saja yang berkaitan dengan unsur-unsur kebahasaan.
Sedangkan menurut istilah, qawaid lughawiyah adalah aturan-aturan mendasar yang menjadi standar untuk dipakai dalam pemahaman ayat-ayat al-qur’an yang ditinjau dari sudut kebahasaan. Kaidah tersebut dipakai berdasarkan makna, susunan, gaya bahasa, dan tujuan ungkapan-ungkapan yang telah diterapkan oleh para ahli bahasa Arab. 
Yang dimaksud dengan kaidah lughawiyah adalah kaidah yang dirumuskan oleh para ulama berkaitan dengan maksud dan tujuan ungkapan-ungkapan bahasa Arab yang lazim digunakan oleh bangsa arab itu sendiri, baik yang terdapat dalam ungkapan-ungkapan sastra, seperti syair, prosa, dan lain sebagainya. 
Jadi, kaidah ushul lughawiyah dapat juga disebut sebagai kaidah-kaidah yang dirancang untuk memudahkan umat islam memahami nash-nash syara’ melalui analisis kebahasaan (Arab) yang terdapat dalam nash-nash itu sendiri, 
2. Jenis Kaidah Lughawiyah
seperti lafadz mufrad yang dimasuki alif lam jinsiyah, akan memberikan pengertian umum dan disebut sebagai lafadz ‘am, yaitu lafadz yang dipakai untuk menunjukkan satuan-satuan yang tidak terbatas tunjukanya itu mencakup semua satuan tersebut.  Misalnya firman Allah dalam surat AL-‘Ashr [103]:1-3:
ﹶﻮﺍﻌﺻﺮﺍﻥﺍﻻﻧﺴﺎﻥﻠﻓﻲﺧﺴﺮ
Demi masa seluruh manusia benar-benar dalam keadaan merugi…
Al-insan atau manusia ditunjuk dalam ayat tersebut adalah semua orang  atau satuan-satuan yang tercakup dalam pengertian insan itu tanpa batas.
Kemudian ada lagi lafadz yang mereka sebut sebagai lafadz khas, yaitu lafadz yang menunjuk kepada satuan-satuan yang terbatas, seperti si Ali, hasan, seratus wanita, sepuluh pria, dan lain sebagainya. Misalnya firman allah dalam surat AN-Nur [24]:2
ﺍﻠﺰﺍﻧﻳﺔﻭﺍﻠﺰﺍﻧﻰﻓﺎﺠﻠﯨﻮﺍﻛﻞﻮﺍﺤﺪﻣﻧﻬﻤﺎﺋﺔﺠﻠﺪﺓ
Wanita dan lelaki pezina maka deralah mereka masing-masing seratus kali..
Dari penelitian para ulama tentang lafadz ‘am dan khas seperti di atas diciptakan qaidah seperti ini:
ﻮﻤﺎﻣﻥﻋﺎﻢﺍﻻﺧﺼﺺ
 “Tidak ada satupun dari yang umum itu melainkan ia di takhsiskan”. 
Kemudian, dilihat dari segi makna yang dipakai untuk lafadz tersebut para ulama’ ushul menemukan adanya lafadz yang dipakai menurut arti hakikat dan majaznya, atau mujmal, dan lain sebagainya. Untuk itu mereka meramu qaidah seperti:
1. الأصلﻓﻲﺍﻠﻛﻣﺔﺍﻠﺤﻘﻳﻘﺔ 
“Pada dasarnya pengertian dari suatu kalimat adalah hakikat-nya”.

2. إذاﺘﻌﺫﺮﺖﺍﻠﺤﻘﻳﻘﺔﻳﺼﺎﺮﻠﻲﺍﻠﻤﺟﺎﺰ
“Bila pengertian hakikat tidak bisa diterapkan maka dialihkan kepada pengertian majazi”

3. إذاﺗﻌﺬﺮﺍﻠﺟﺎﺰﻳﻬﻤﻞ 
“Apabila kalimat itu tidak bisa diartikan (menurut arti yang semestinya) maka dianggap kososng saja”.

4. الأصلﻓﻲﺍﻻﻣﺮﻠﻠﻮﺟﻮﺐ 
“Pada dasarnya kalimat perintah itu menunjukkan wajib”

5. ﺍﻣﺮﺑﻮﺴﺎﺋﻠﻪ بالشيئ ﺍﻻﻣﺮ
“Perintah terhadap sesuatu berarti perintah juga terhadap cara mengantarkan kepada sesuatu tersebut”.

6. الأصلﻓﻲﺍﻠﻧﻬﻲﻠﻟﺘﺣﺮﻳﻢ 
“Pada dasarnya kalimat larangan itu menunjukkan haram”

7. الأمرﻤﺮﺑﻌﺩﺍﻠﻧﻬﻲﻠﻺﺑﺎﺤﺔ 
“Perintah yang datang sesudah larangan menunjukkan kebolehan saja( bukan wajib)”
Banyak lagi kaidah-kaidah lain yang jumlahnya cukup beragam, sesuai dengan penelitian para ulama masing-masing. Kaidah-kaidah itu dapat dilihat dari berbagai kitab ilmu ushul fiqh, baik yang disusun oleh imam-imam pendiri mazhab atau ulama-ulama dan kemudian pengikut mereka. 












BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN

Dari makalah ini dapat disimpulkan bahwa pengertian ushul fiqh terkandung pengertian bahwa objek kajian ushul fiqh itu antara lain adalah kaidah-kaidah penggalian hukum dari sumbernya. Dengan demikian, kaidah ushuliyah adalah sejumlah proporsi atau pernyataan, ketentuan dalam menggali hukum islam dari sumber-sumbernya, yaitu Al-Qur’an dan Sunnah.

Kaidah-kaidah ushuliyah berfungsi sebagai alat atau metode dalam menggali ketentuan-ketentuan hukum yang terdapat dalam bahasa (wahyu) itu. Menguasai kaidah-kaidah ushuliyah dapat mempermudah seorang ahli fiqih dalam mengetahui dan mengistinbathkan hukum Allah dari sumber-sumbernya, yaitu Al-Qur’an dan Sunnah. Fungsi kaidah ushuliyah adalah menggali dan mengeluarkan hukum islam dari sumber-sumbernya.
Qaidah lughawiyyah adalah kaidah yang dirumuskan oleh para ulama’ berkaitan dengan maksud dan tujuan ungkapan-ugkapan bahasa arab yang lazim digunakan oleh bangsa arab. Jadi Qaidah ushul lughawiyyah adalah kaidah-kaidah yang dirancang untuk memudahkan umat islam untuk memahami nash-nash syara’ melalui analisis kebahasaan yang terdapat dalam nash. Ruang lingkup qawaid lughowiyah adalah lafazh-lafaz nash dipandang dari aspek kebahasaan.


B. SARAN
Saran dari kami agar pembaca dapat menjadikan makalah ini sebagai pengetahuan dasar untuk mencari pengetahuan yang lebih jauh tentang qawaid lughawiyah ushuliyah dalam ilmu ushul fiqh.
Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca agar kami bisa memperbaiki kesalahan kami.

















DAFTAR PUSTAKA
Koto, H. Alaiddin. Ilmu fiqh dan Ushul fiqh. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2011.
Syafi’e, H. Rachmat. Ilmu ushul Fiqh. Bandung: Pustaka Setia, 1999.
Ahmad Saebani, Drs. Beni, Ilmu Ushul Fiqih, Bandung: Pustaka Setia, 2009.
Rofi, Abdullah, Dkk. Ushul Fiqh. Ponogoro: Darussalam press, 2011.
https://pustakailmudotcom.wordpress.com/2012/06/26/kaidah-kaidah-kebahasaan-qawaid-lughawiyah/ (di akses28 Februari jam 21:45)
http://krmubtadiin.blogspot.com/2015/01/al-qaidah-lughawiyah.html?m=1 , (di akses 28 Februari jam 21:50)
















Tidak ada komentar:

Prospek Hukum Perdata Islam di Indonesia

 MAKALAH “Prospek Hukum Perdata Islam di Indonesia ” Mata Kuliah: Hukum Perdata Islam di Indonesia B  Dosen Pengajar : Noor Efendy, SHI, MH ...

Diberdayakan oleh Blogger.