Makalah Istishab dan Urf
MAKALAH KELOMPOK 5
ISTISHAB DAN URF
Oleh :
M. ILHAM MAULANA ASH-SHIDIQ (2019110739)
RINI (2019110724)
PRODI HUKUM KELUARGA ISLAM
FAKULTAS SYARIAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
DARUL ULUM KANDANGAN
2020M / 1442H
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan nikmat, taufik serta hidayah-Nya yang sangat besar sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.
Rasa terimakasih yang sebesarnya juga kami ucapkan kepada Guru Pembimbing yang selalu memberikan dukungan serta bimbingannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Semoga makalah yang kami susun ini dapat menambah ilmu dan wawasankita terhadap ilmu yang membahas tentang Istishab dan Urf. Dan terimakasih juga kami ucapkan kepada teman-teman yang telah berkonstribusi dengan memberikan ide-idenya sehingga makalah makalah yang kami buat ini dapat disusun dengan rapi.
Selayaknya kalimat yang menyatakan bahwa tidak ada sesuatu yang sempurna. Kami juga menyadari bahwa makalah yang kami buat ini masih memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami mengharapkan saran serta masukan dari bapak/ibu Guru Pembimbing dan teman-teman sekalian demi penyusunan makalah yang selanjutnya agar lebih baik lagi.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Istishab
B. Kehujjahan Istishab
C. Dalil tentang Istishab
D. Pendapat ulama tentang Istishab
E. Pengertian Urf
F. Macam-macam Urf
G. Hukum Urf
H. Dalil tentang Urf
I. Pendapat ulama tentang Urf
J. Penerapan istishab dan urf
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam hukum islam terdapat dua ketentuan yaitu hokum yang disepakati dan hukum yang tidak disepakati. Seperti yang diketahui bahwa hokum yang kita sepakati yaitu al-Quran dan as-Sunnah, ijma,qiyas. Secara umum ada tujuh hukum islam yang tidak disepakati adalah yang akan menjadi pokok bahasan makalah kami tentang istishab dan urf . dalam istilah ushul fiqih istishab adalah ahli ilmu ushul fiqih menetapkan hukum atas sesuatu berdasarkan keadaan yang berlaku sebenaranya,sehingga ada dalil yang menunjukan adanya perubahan tersebut. Sedangkan urf menurut istilah adalah para ahli syara ,tidak ada perbedaan antara urf dan adat kebiasaan. Urf yang bersifat perbuatan seperti jual beli berdasarkan saling pengertian ,dengan cara membeli namun tanpa ada ungkapan melalui perkataan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja pengertian istishab?
2. Apa saja kehujjahan istishab?
3. Apa dalil tentang istishab?
4. Apa pendapat ulama tentang istishab?
5. Apa saja pengertian urf?
6. Apa saja macam-macam urf?
7. Apa saja hukum-hukum urf?
8. Apa saja dalil tentang urf?
9. Apa pendapat ulama tentang urf?
10. Bagaimana penerapan istishab dan urf?
C. Tujuan
1. untuk mengetahui apa pengertian istishab.
2. untuk mengetahui kehujjahan istishab.
3. untuk mengetahui dalil tentang istishab.
4. untuk mengetahui apa pendapat ulama tentang istishab.
5. untuk mengetahui apa pengertian urf.
6. untuk mengetahui macam-macam urf.
7. untuk mengetahui hukum-hukum urf.
8. untuk mengetahui dalil tentang urf.
9. untuk mengetahui apa pendapat ulama tentang urf.
10. untuk mengetahui apa bagaimana penerapan istishab dan urf.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian istishab
Istishab menurut bahasa arab ialah pengakuan adanya hubungan sedangkan menurut istilah ahli ilmu ushul fiqih adalah menetapkan hukum atas sesuatu berdasarkan keadann yang berlaku sebelumnya, sehingga ada dalil yang menunjukan atas perubahan keadaan tersebut atau menetapkan hukum yang sudah ditetapkan pada masalalu dan masih tetap pada keadaanya sehingga ada dalil yang menunjukan keadaan perubahanya.
Apabila seorang mujtahid menghadapi pertanyaan tentang hukum suatu perjanjian atau pengelolaan,dan tidak menemukan nas dalam al-Quran atau as-Sunnah dan tidak pula ditemukan dalil syari mengenai hukumnya, maka mujtahid memutuskan atas kebolehan perjanjian atau pengelolaan tersebut berdasarkan kaidah.
B. Kehujjahan istishab
Istishab merupakan akhir dalil yang menjadi tempat kembali seoarang mujtihad untuk mengetahui hukum sesuatu yang dihadapkan kepdanya. Oleh karena inilah, maka para ahli ilmu ushul fiqih berkata : “ Sesungguhnya istishab merupakan akhir tempat beredarnya fatwa . Ia adalah penerapan hokum terhadap sesuatu dengan hukum yang telah tetap baginya,sepanjang tidak ada dalil yang merubahnya.” Ini adalah metode untuk beristiklah yang teah menjadi fitrah manusia dan mereka jalani dalam berbagai tindakan dan hukum mereka. Barang siapa yang mengetahui si Fulanah dalah istri Fulan, maka ia menyaksikan perkawinannya, sehingga ada dalil yang menunjukkan berakhirnya perkawinan itu. Demikanlah, setiap orang yang mengetahui adanya sesuatu hal,maka ia menetapkan keberadaannya, sehingga ada dalil yang menunjukkan keberadaannya.
Peradilan telah berjalan atas dasar ini. Suatu pemilikan yang tetap bagi seseorang melalui salah satu sebab kepemilikan, maka pemilikan itu diakui ada dalil sehingga yang menetapkan sesuatu yang menghilangkan kepemilikan itu. Kehalalan yang tetap bagi suami istri berdasarkan akkad perkawinan yang di akui ada, sehingga sesuatu yang menghilangkan kehalalannya itu diperoleh ketetapan. Tanggungan yang dilangsungkan dengan hutang atau ketetapan lainnya akan dianggap berlangsung sehingga diperoleh ketetapan sesuatu yang membebaskannya. Suatu tanggunga yang telah dibebaskandari beban hutang atau ketetapan lainnya dianggap bebas sehingga diperoleh ketetapan sesuatu yang membebaninya lagi. Asal sesatu adalah ketetapan sesuatu yang telah ada menurut keadaan semula, sampai terdapat sesuatu yang merubahnya.
C. Dalil tentang istishab
Dalil yang melatarbelakangi istishab sebagi dalil adalah hadist Rasulullah SAW:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسِ رَضِيَ اللهُ عَنْھُمَا أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: (( لَوْ يُعْطَى النَّاسُ بِدعْوَاھُمْ لاَدَّعَي رِجَالُ أَمْوَالَ قَوْمِ وَدِمَاءَھُمْ وَ لَکِن الْبَيِّنَةُ عَلَى الْمُدَّعِي وَالْيَمِيْنُ عَلَى مَنْ أَنْکَرَ)) حديث حسن رواه البيھقي وغيره ھکذا, وبعضه في الصحيحين
Terjemah:
Dari Ibnu Abbas dari Rasulullah SAW bersabda: “Jika semua orang diberikan (apa yang mreka dakwakan) hanya dengan dakwaan mereka, maka banyak orang mendakwakan harta dan jiwa orang lain. Tapi yang mendakwa harus mendatangkan bukti dan terdakwa yang mengingkari harus bersumpah”.
يَآايُّھَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْاکُتِبَ عَلَيْکُمُ الصِّيَامُ کَمَاکُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِکُمْ (البقرة: ١٨٣)
Terjemah:
“Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagiman diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (Q.S Al-Baqarah: 183).
D. Pendapat ulama tentang istishab
Ulama Hanafiyyah menetapkan bahwa istishab merupakan hujjah untuk mempertahankan dan bukan untuk menetapkan apa-apa yang dimaksud oleh mereka. Dengan pernyataan tersebut jelaslah bahwa istishab merupakan ketetapan sesuatu, yang telah ada menurut keadaan semula dan juga mempertahankan sesuatu yang berbeda sampai ada dalil yang menetapkan atas perbedaannya.
Istishab bukanlah hujjah untuk menetapkan sesuatu yang tidak tetap. Telah dijelaskan tentang penetapan orang yang hilang atau tidak dikethui tempat tinggalnya dan tempat kematiannya, bahwa orang tersebut ditetapkan tidak hilang dan dihukumi sebaagai orang yang hidup sampai padanya petunjuk yang menunjjukkan kematiannya.
Istishablah yang menunjukkan atas hidupnya orang tersebut dan menolak dugaan kematiannya serta warisan harta bendanya juga perceraian pernikahannya. Tetapi hal itu bukanlah hujjah untuk menetapkan pewaris dari lainnya, karena hidup yang ditetapkan menurut istishab itu adalah hidup yang didasarkan pengakuan.
E. Pengertian Urf
Urf adalah sesuatu yang telah dikenal manusia dan menjadi tradisi mereka ,baik dari perkataan,perbuatan,atau dalam kaitanya dalam meninggalkan perbuatan tertentu. Urf juga disebut dengan adat. Sedangkan menurut istilah oara ahli syara,tidak ada oerbedaan antara urf dan adat kebiasaan. Urf yang berdasarakan perbuatan seperti jual beli yang dilakukan berdasarkan saling pengertian,dengan cara memberikan namun tanpa ada shighat lafzhiyyah(ungkapan melalui perkataan). Sedangkan urf yang bersifat perkataan, misalnya pemutlakan lafal “al-walad”yang berarti adalah anak laki-laki, bukan anak perempuan juga pemutlakanlafal “al-lahm”(daging)yang digunakan untuk daging ikan.
Urf terbentuk dari saling pengertianya orang banyak sekalipun mereka berlainan startifikasi sosial,yaitu kalangan masyarakat umum dan kelompok elit. Urf berbeda dengan ijma ,karena ijma terbentuk dari kesepakatan mujtahid secara khusus,dan orang awam tidak campur tangan dalam membentuknya.
F. Macam-macam Urf
Menurut Abdul-Karim zaidan Urf dibagi menjjadi dua macam yaitu :
1. Al-Urf al-Am(adat kebiasaan umum),yaitu adat kebiasaan mayoritas dari berbagai negeri di satu masa. Contohnya , adat kebissaan yang berlaku dibeberapa negeri dalam memakai ungkapan : “engkau telah haram aku ghauli” kepada istrinya sebagai ungkapan menjatuhkan talak kepada istrinya itu,dan kebiasan menyewa kamar mandi umum dengan sewa tertentu tanpa menentukan secara pasti berapa lamanya mandi dan berapa kadar air yang digunakan
2. Al- Urf al-Khas(adat kebiasaan khusus) ,yaitu adat istiadat yang berlaku pada masyarakat atau negeri tertentu. Misalnya,kebiasaan masyarakat Irak dalam menggunakan kata al-dabbah hanya kepada kuda,dan menganggap catatan jual beli yang berada pada pihak penjual sebagai bukti yang sah dalam masalah utang piutang.
Disamping pembagian di atas, Urf dibagi pula kepada :
1. Adat kebiasaan yang benar ,yaitu suatu hal baik yang menjadi kebiasaan suatu masyarakat,namun tidak sampai menghallalkan yang haram dan tidak pula sebaliknya. Misalnya,adat kebiasaan suatu masyarakat di mana istri belum boleh dibawa pindah ari rumah orang tuanya sebelum menerima maharnya secara penuh,dan apa yang diberikan pihak lelaki kepada calon istrinya ketika meminangnya, dianggap hadiah, bukan diannggap mahar.
2. Adat kebiasaan yang fasid (tidak benar), yaitu sesuatu yang menjadi adat kebiasaan yang sampai menghalalkan yang diharamkan Allah. Misalnya, menyajikan minuman memabukkan pada upacara-upacara resmi, apalagi upacara keagamaan, serta mengadakan tarian-tarian wanita berpakaian seksi pada upacara yang dihadiri peserta laki-laki.
G. Hukum Urf
Adapun urf yang shahih, maka ia wajib dipelihara dalam pembentukan hukum dan dalam peradilan. Seorang mujtahid haruslah memperhatikan tradisi dalam pembentukan hukumnya. Seorang hakim juga harus memperhatikannya dalam peradilan. Karena sesungguhnya sesuatu yang telah menjadi adat manusia dan sesuatu yang telah biasa mereka jalani, maka hal itu telah menjadi bagian dari kebutuhan mereka dan sesuai pula dengan kemaslahatan mereka. Oleh karena itu, maka sepanjang ia tidak bertentangan dengan syara, maka wajib diperhatikan. Misalnya: kewajiban diyat (denda) atas calon keluarganya, ( aqilah : keluarga kerabatnya dari pihak ayah, atau ashabahnya), kriteria kafaah (kesetarafan) dalam perkawinan dan pengakuan ke’ashabahan dalam kewajjiban dan pembagian harta wanita.
Adapun Urf yang fasid(adat kebiasaan yang rusak),maka ia tidak wajib diperhatikan,karena memperhatikanya berarti bertentangan dengan dalil syar’I atau membatalkan hukum syar’i. Maka apabila manusia telah terbiasa mengadakan suatu perjanjian yang bersifat riba ,atau perjanjian yang mengandung penipuan atau bahaya,maka Urf ini tidak mempunyai pengaruh terhadap pembolehan perjanjian tersebut. Oleh karna inilah ,maka dalam undang-undang yang dibuat urf yang bertentangan dengan peratuan atau ketentuan umum tidak diakui. Urf hanyalah dilihat dalam perjanjian seperti ini segi dari segi lain ,yaitu: sesungguhnya perjanjian apakah termasuk kondisi darurat manusia atau termasuk dari kebutuhan mereka ,dimana apabila akad itu dibatalkan,maka struktur kehidupan mereka akan rusak ,atau merekan akan memperoleh keberatan dan kesempitan ataukah tidak? Jika akad tersebut termasuk kondisi darurat mereka atau kebutuhan mereka,maka ia diperbolehkan. Karena sesungguhnya darurat memperbolehkan hal-hal yang terlarang. Sedangkan kebutuhan ditempatkan pada tempat darurat dalam masalah ini. Akan tetapi jika ia tidak termasuk kondisi darurat mereka dan tidak pula termasuk kebutuhan mereka,maka ia diputuskan kebatalanya,dan tidak diakuinya adanya urf itu.
H. Dalil tentang Urf
خُذِالْعَفْوَوَاْمُرْبِالْعُرْفِ وَاَعْرِضْ عَنِ الْجاَھِلِيْنَ (الاعراف: ١٩٩)
Terjemah:
“Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang-orang mengerjakan yang ma’ruf serta berpalinglah daripada orang-orang yang bodoh.” (Q.S Al-Araf: 199).
مَنْ اَسْلَفَ فِيْ تَمْرٍ فَلْيُسْلِفْ فِى کَيْلٍ مَعْلُوْ مٍ وَ وَ زْنٍ مَعْلُوْ مٍ اِلَى اَجَلٍ مَعْلُوْ مٍ.
Terjemah:
“Siapa yang melakukan jua-beli salam pada kurma, maka hendaklah ditentukan jumlahnya, takarannya, dan tenggang waktunya.” (HR. Al-Bukhari).
I. Pendapat ulama tentang urf
- Menurut imam al-Ghazali urf adalah seuatu yang telah menjadi mantap atau mapan didalam jiwa dari segi akal,dan telah dapat diterima oleh watak-watak yang sehat dan baik urf dan adat menurut al-Ghazali mempunyai arti yang sama. Dan urf ada dua macam yaitu :
1. Urf yang sehat atau baik
2. Urf yang tidak sah
- Menurut abdul wahab khallaf urf pada hakikatnya bukan dalil syara yang berdiri sendiri. Ia pada umumnya termasuk memelihara masalah mursalah. Urf sebagaimana harus di pertimbangkan dalam menetapkan hukum, juga harus dipertimbangkan pula dalam menafsirkan nash,seperti takhshishul’am dan taqyidul muthlaq dengan huruf urf atau adat.
J. Penerapan Istishab dan Urf
- Penerapan Istishab
Udin menuduh bahwa Mamad meliki hutang sebesar Rp. 1.000.000.00, tetapi Mamad tidak mengakuinya. Dalam hal ini yang memenangkan adalah pihak Mamad. Sebab, pada dasarnya Mamad terbebas dari tanggungan kepada Udin,kecuali jika Udin mampu menunjukan bukti yang memperkuat tuduhanya.
- Penerapan urf dalam kehidupan sehari-hari misal:
Dari segi perbuatan atau kebiasaan disuatu masyarakat dalam melakukan jual belinkebutuhan ringan sehari-hari seperti garam, tomat, dan gula, dengan hanya menerima barang dan menyerahkan harga tanpa ungkapan ijab dan Kabul.
Dari segi perkataan, seperti kebiasaan di suatu masyarakat untuk tidak menggunakan kata al-lahm (daging) pada jenis ikan. Kebiasaan seperti itu , menjadi bahan pertimbangan waktu akan menetapkan hukum dalam masalah-masalah yang tidak ada ketegasan hukumnya dalam al-Qur’an dan Sunnah.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Istishab menurut bahasa memiliki arti pengakuan adanya penghubung. Sedangkan menurut istilah ahli ulama ushul fiqh istishab adalah menetapkan hukum atas sesuatu berdasarkan keadaan yang berlaku sebelumnya, sehingga ada dalil yang menunjukkan atas perubahan keadaan tersebut. Atau menetapkan hukum yang sudah ditetapkan pada masa lalu dan masih tetap pada keadaannya, sehingga ada dalil yang menunjukkan adanya perubahan.
Urf adalah sesuatu yang telah dikenal oleh orang banyak dan telah menjjadi tradisi mereka, baik berupa perkataan, perbuatan, dan keadaan meninggalkan. Sedangkan menurut istilah para ahli syara, tidak ada perbedaan antara urf dan adat kebiasaan. Maka urf yang bersifat perbuatan adalah seperti saling pengertian terhadap jual beli, dengan cara saling memberikan tanpa ada shighat lafzhiyyah (ungkapan melalui perkataan). Sedangkan urf yang bersifat mutlak lafazh “al-walad” terhadap anak laki-laki, bukan anak perempuan, dan saling pengertian mereka untuk tidak memutlakkan lafazh “al-lahm” (daging) terhadap ikan.
Urf dibagi menjadi dua macam yaitu:
1. Urf yang shahih adalah sesuatu yang salig dikenal oleh manusia, dan tidak bertentangan dengan dalil syara, tidak menghalalkan sesuatu yang diharamkan, dan tidak pula membatalkan sesuatu yang wajib.
2. Urf yang fasid adalah sesuatu yang sudah menjadi tradisi manusia, akan tetapi tradisi itu bertentangan dengan syara, atau menghalalkan sesuatu yang diharamkan, atau membatalkan sesuatu yang wajib.
DAFTAR PUSTAKA
Khallaf, Abdul Wahhab. Ilmu Ushul Fiqh. Semarang: Pracetak PT. Karya Toha Putra Semarang, 2014
Khallaf,Abdul Wahhab. Ilmu Ushul Fiqh. Semarang: Dina Utama Semarang (Toha Putra Group), 1994
Effendi, Satria. dan M. Zein. Ushul Fiqh. Jakarta: PRENANDA MEDIA, 2005
Syafei, Rachmat. Ilmu Ushul Fiqh. Bandung: CV PUSTAKA SETIA, 2015
https:///www.ilmusaudara.com, diakses Kamis 5 Maret 2020
https://www.ekoselah.blogspot.com, diakses Kamis 5 Maret 2020
Uman, Chaerul. Ushul Fiqh 1. Bandung: CV PUSTAKA SETIA, 1998
Tidak ada komentar: