Radha'ah dan Bank Asi

MAKALAH

RADHA'AH DAN BANK ASI 

Mata kuliah : Fikih Munakahat B 

Dosen Pengajar : Noor Efendy, SHI, MH


Disusun Oleh :

Norlaila Safitri ( 2019110720)

 

Prodi Ahwal Al Syakhshiyyah

Fakultas Syariah

Sekolah Tinggi Agama Islam Darul Ulu

KANDANGAN TAHUN 2021


KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Bismillaahir rahmaanirrahiim.

Segala puji syukur hanya untuk Allah SWT yang menurunkan rahmat-Nya sehingga Penulis dapat menyusun dan menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “ Radha'ah dan bank asi ”.

Pada kesempatan ini, tidak lupa salawat serta salam kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat, kerabat, dan pengikut beliau hingga akhir zaman.

Penulis mengucapkan terima kasih pula kepada dosen pengajar, Bapak Noor Efendy, SHI, MH. Penulis telah berupaya dengan kemampuan yang dimiliki.

Namun, Penulis menyadari bahwa di dalam makalah ini masih terdapat kekurangan maupun kekeliruan. Kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan guna penyempurnaan makalah ini.

Akhirnya, Penulis berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca dan semoga usaha Penulis ini diridhai oleh Tuhan Yang Maha Esa. Aamiin yaa Rabbal „Alamiin.


Kandangan, 19 Maret 2021

Norlaila Safitri

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Rumusan Masalah

C. Tujuan Penulisan

BAB II PEMBAHASAN

A. KONSEP RADHA'AH

1. Pengertian Radha'ah

2. Konsep Radha'ah menurut Hukum Islam

B. Bank ASI

C. Sejarah Bank ASI

1. Prosedur pendonor dan pengambilan susu di Bank ASI

2. Status kemahraman penerima dan pendonor Bank ASI

BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

    Menyusui anak bagi setiap ibu, dengan cara memberikan Air Susu Ibu (ASI) 

merupakan sesuatu yang sangat penting bagi kehidupan dan kelangsungan hidup 

manusia di dunia ini. ASI merupakan minuman dan makanan pokok bagi setiap anak 

yang baru lahir. Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh pakar kesehatan 

menunjukan bahwa anak-anak yang di masa bayinya mengkonsumsi ASI jauh lebih 

cerdas, lebih sehat, dan lebih kuat daripada anak-anak yang di masa kecilnya tidak 

menerima ASI. Hal ini dalam Hukum Islam disebut dengan istilah radha‟

(penyusuan).

Dalam fikih Islam, persoalan radha‟ mempunyai dampak terhadap timbulnya 

hubungan kemahraman antara anak dengan ibu yang menyusui. Dengan 

menyusuinya seorang anak kepada wanita lain maka menimbulkan hubungan 

mahram antara wanita tersebut dan anak yang disusuinya (anak susuan) beserta 

segenap keturunan dan kerabat ibu susuan sehingga haram bagi anak menikah.


   Bank ASI merupakan tempat penyimpanan dan penyalur ASI dari donor ASI 

yang kemudian akan diberikan kepada ibu-ibu yang tidak bisa memberikan ASI 

sendiri ke bayinya. Ibu yang sehat dan memiliki kelebihan produksi ASI bisa 

menjadi pendonor ASI. ASI biasanya disimpan di dalam plastik atau wadah, yang 

didinginkan dalam lemari es agar tidak tercemar oleh bakteri. Kesulitan para ibu 

memberikan ASI untuk anaknya menjadi salah satu pertimbangan mengapa bank 

ASI perlu didirikan, terutama di saat krisis seperti pada saat bencana yang sering 

membuat ibu-ibu menyusui stres dan tidak bisa memberikan ASI pada anaknya.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka yang 

menjadi masalah pokok adalah Bagaimana Konsep Al-Radha‟ah dan Hukum 

Operasional Bank ASI adapun sub 

masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah:

1. Apa yang dimaksud dengan Al-Radha‟ah

2. Bagaimana Operasional Bank ASI dan Status Kemahraman Penerima dan 

Pendonor Bank ASI?


C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan ini adalah:

1. Untuk mengetahui Apa yang dimaksud Al-Radha‟ah

2. Untuk mengetahui Hukum Operasional Bank ASI dan Status Kemahraman 

Penerima dan Pendonor Bank ASI.


BAB II

KONSEP AL-RADHA’AH

A. Konsep Al-Radha’ah

Radha'ah adalah penyusuan/menyusui bayi yang dilakukan oleh perempuan selain ibu kandung. Hal ini terjadi karena banyak faktor. Seperti ibu asli bayi tidak keluar ASI atau tidak mau menyusui atau ibu asli bayi meninggal dunia atau memiliki penyakit yang menular sehingga dikuatirkan menular ke anaknya apabila memaksa menyusui bayinya, dan lain sebagainya.Radha'ah memiliki akibat hukum dalam Islam. Yakni, terjadinyahubungan mahramantara bayi (radhi') dan ibu yang menyusui (murdhi'ah) serta anak-anaknya ibu yang menyusui. 


1. Pengertian Al Radha'ah


Radha‟ah berasal dari kata (ra, dha dan ain) yang secara leksikal berarti 

meminum, atau mengisap susu dari buah dada. Jadi, secara bahasa radha‟ah dapat 

diartikan menyedot putting, baik hewan maupun manusia.

Dari segi istilah, radha‟ah adalah perbuatan yang dilakukan untuk 

mendapatkan susu seseorang perempuan atau susu yang masuk kedalam perut dan

merangsang otak seorang anak. Dalam pengertian secara bahasa, tidak 

dipersyaratkan bahwa yang disusui itu (ar-radhi‟) berupa anak kecil (bayi) atau 

bukan. Adapun dalam pengertian secara istilah, sebagian ulama fiqh mendefinisikan 

al-radha‟ah sebagai “sampainya (masuknya) air susu manusia (perempuan) ke dalam 

perut seorang anak (bayi) yang belum berusia dua tahun atau 24 bulan.”

Ulama Fiqh mendefinisikan arti anak yang belum mencapai umur dua tahun 

dimana perkembangan biologis anak tersebut sangat ditentukan oleh kadar susu yang 

diterima. Dengan demikian, susuan anak kecil pada masa ini sangat berpengaruh 

terhadap perkembangan fisik mereka.  

2. Konsep Radha'ah menurut Hukum Islam

   Dasar hukum radha‟ah banyak terdapat dalam ayat-ayat Al-Qur‟an dan Hadis

Nabi. Setidaknya ada enam buah ayat dalam Al-Qur‟an yang membicarakan perihal 

penyusuan anak (al-radha‟ah). Enam ayat ini terpisah ke dalam lima surat, dengan 

topik pembicaraan yang berbeda-beda. Namun, enam ayat ini mempunyai keterkaitan 

(munasabah) hukum yang saling melengkapi dalam pembentukan hukum. Selain 

enam ayat ini, al-radha‟ah juga mendapatkan perhatian dari Nabi Muhammad saw

dalam menjelaskan ayat-ayat tersebut. Baik Al-Qur‟an maupun Al-Hadis, kedua-

duanya sangat berarti bagi kekokohan landasan hukum dan etika “menyusui”.

Enam ayat Al-Qur‟an yang dimaksud adalah sebagai berikut:

QS. Al-Baqarah, ayat 233:


۞ وَالْوَالِدٰتُ يُرْضِعْنَ اَوْلَادَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ لِمَنْ اَرَادَ اَنْ يُّتِمَّ الرَّضَاعَةَ ۗ وَعَلَى الْمَوْلُوْدِ لَهٗ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوْفِۗ لَا تُكَلَّفُ نَفْسٌ اِلَّا وُسْعَهَا ۚ لَا تُضَاۤرَّ وَالِدَةٌ ۢبِوَلَدِهَا وَلَا مَوْلُوْدٌ لَّهٗ بِوَلَدِهٖ وَعَلَى الْوَارِثِ مِثْلُ ذٰلِكَ ۚ فَاِنْ اَرَادَا فِصَالًا عَنْ تَرَاضٍ مِّنْهُمَا وَتَشَاوُرٍ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا ۗوَاِنْ اَرَدْتُّمْ اَنْ تَسْتَرْضِعُوْٓا اَوْلَادَكُمْ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ اِذَا سَلَّمْتُمْ مَّآ اٰتَيْتُمْ بِالْمَعْرُوْفِۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَ وَاعْلَمُوْٓا اَنَّ اللّٰهَ بِمَا تَعْمَلُوْنَ بَصِيْرٌ

Terjemahnya:

“Para ibu hendaklah menyusukan anaknya selama dua tahun, yaitu bagi yang 

ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan 

pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma‟ruf. Seseorang tidak dibebani 

melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita 

kesengsaraan karena anaknya dan juga seorang ayah karena ayahnya, dan waris 

pun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua 

tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka 

tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang 

patut. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat 

apa yang kamu kerjakan.”  

 

B. Bank ASI

Bank ASI adalah sebuah layanan yang mengumpulkan, meneliti, mengolah dan menyumbangkan ASI yang yang disumbangkan oleh ibu susu yang tak secara biologis memiliki hubungan dengan bayi penerima. Nutrisi optimum bagi bayi yang baru lahir adalah penyusuan, jika memungkinan, selama tahun pertama. Bank ASI menawarkan solusi untuk para ibu yang tak dapat memberikan ASI mereka sendiri kepada anak mereka, karena alasan-alasan seperti bayi berresiko terkena penyakit dan infeksi dari ibu dengan penyakit tertentu.  

  Secara alamiah, semua wanita pasca melahirkan akan menyusui bayinya dan jumlah susu yang diproduksi adalah cukup untuk si bayi. Kenyataan tidaklah demikian, pada kondisi tertentu misalnya pada bayi-bayi sakit, kebutuhan ASI meningkat namun produksi ASI ibu belum tentu cukup. Bayi-bayi yang lahir prematur  atau bayi dengan berat lahir rendah memerlukan lebih banyak ASI untuk mengejar pertumbuhannya sedangkan produksi ASI ibu belum mencukupi. Berdasarakan latar belakang tersebut, muncullah Bank ASI. Bank ASI adalah sebuah organisasi non-komersial yang bertujuan menyediakan ASI donor bagi bayi-bayi yang tidak mendapat ASI maupun kekurangan ASI.  

   C. Sejarah Bank ASI

Sejarah per-ASI-an sendiri menjadi subjek penuh drama. Catatan ASI tertua tercatat pada Code of Hammurabi (2250 SM), salah satu teks tertua yang pernah ditemukan. Dalam teks tersebut ditulis bahwa anak-anak pada masa itu terikat secara emosional dengan para ibu susu mereka. Sementara pada abad 13, ibu-ibu mencari penghasilan tambahan dengan cara menjadi ibu susu (wet nursing). Penyebaran penyakit menular di abad 20 telah mendorong kemunculan susu formula. Kampanye “anak sapi” sampai sekarang belum berhenti. Produsen susu formula masih bekerjasama dengan pihak rumah sakit untuk jadi pelaris produk mereka, termasuk di Indonesia. Bank ASI sendiri tercatat pertama kali berdiri tahun 1909 di Vienna Austria. 10 tahun kemuian giliran Boston dan Jerman yang menyusul. Pada masa awal ini, bank ASI menyuplai ASI bagi para bayi sakit dan prematur. Keberadaan Bank ASI konon sempat menyusut pada pertengahan tahun 1980-an akibat wabah AIDS. Pertumbuhan Bank ASI meningkat kembali seiring munculnya penelitian tentang manfaat ASI pada tahun 1990-an.  

Ide-ide Bank ASI muncul di eropa semenjak kurang lebih 50 tahun yang lalu 

setelah muncul bank darah, yang mana bank tersebut mengumpulkan susu para ibu 

dengan cara membelinya, kemudian meyimpannya dan menjualnya, ataupun 

mengeringkan dan mengalengkannya sehingga bisa dijual kepada para konsumen 

yang memerlukannya. Sebagai ganti untuk si bayi yang menyusui dari susu ibunya 

atau para baby sister. Sejak saat itu, berpindahlah ide-ide semacam ini ke negara-

negara Islam dan bahkan sebagian orang Islam menyeru kepada hal tersebut sebagai 

suatu taklid terhadap apa yang terjadi di Eropa.85

Istilah Bank ASI (Human Milk Bank) mengacu kepada sistem penyediaan 

ASI bagi bayi yang prematur maupun tidak prematur yang ibunya tidak memiliki 

ASI cukup atau tidak bisa menyusui karena satu alasan. Bank ASI yang berjalan 

selama ini umumnya menerima ASI donor, atau ASI yang dihibahkan oleh 

pemiliknya, yaitu ibu atau perempuan yang kelebihan ASI.86

Bank ASI mengalami perkembangan diwilayah Amerika Utara, yaitu 

Amerika Serikat, Meksiko, dan Kanada pada pertangan 1985 dengan berdirinya The 

Human Milk Banking Associaton of North America (HMBANA).  



      1. Prosedur pendonor dan pengambilan susu di Bank ASI


Keberadaan Asosiasi Bank ASI Amerika Utara tersebut merupakan bukti 

bahwa bank ASI telah berkembang pada tahun 1980-an yang kemudian mengalami 

perkembangan pesat pada tahun 1990-an. HMBANA kemudian membuat prosedur 

penanganan donor ASI. Prosedur yang dibuat oleh HMBANA antara lain untuk 

menjaga kualitas ASI dari pendonor sampai ke tangan yang membutuhkan. Langkah-

langkah tersebut adalah:


a. Identifikasi dan screening donor, termasuk sejarah rinci penyakit dan tes darah.

b. Susu hibah dikirimkan kepada bank ASI dalam kondisi membeku.

c. Susu kemudian dicairkan dan dicampurkan dengan susu dari donor lainnya.

d. Susu disterilkan pada suhu suhu 62,5o celcius selama 30 menit.

e. Bakteri yang bermanfaat dibiakkan untuk menjamin hasil strelisasi.

f. Analisis kandungan susu, seperti lemak, karbohidrat, dan laktosa.

g. Susu yang steril dibekukan pada suhu 20o

celcius.

h. Susu disalurkan dengan resep dokter. Biaya yang dikenakan sesuai dengan biaya 

proses dan pengiriman. Pendonor tidak memperoleh ganti uang.

Praktek screening dan tes darah rutin bagi pedonor juga dipraktekkan di 

Norwegia. Pedonor setiap tiga bulan dites dari kemungkinan terjangkit virus HIV, 

Hepatitis B dan C, CMV, dan virus leukimia (HTLV) 1 dan 2. Bank ASI harus 

memiliki sistem untuk melacak arus donor susu dari pedonor kepada penerima, 

namun Bank ASI merahasiakan identitas pedonor dan penerima.

Tentunya dengan prosedur seperti diatas, Bank ASI akan mendapat hambatan. 

Untuk mengatasinya, diperlukan beberapa tindakan dalam prosedur pendonoran dan 

pengambilan susu di Bank ASI untuk Negara-negara muslim:

1. Sebaiknya hanya satu donor untuk satu anak.

2. Seharusnya tidak ada pencampuran susu pendonor.

3. Semua susu donor harus diberi label yang memungkinkan teridentifikasinya 

pendonor.

4. Adanya pengungkapan identitas pendonor kepada pihak penerima dan 

keluarganya. Kedua pihak harus menyetujui pengunggakapan tersebut.

5. Nama, alamat, nomor kartu identitas pendonor sebaiknya dimasukkan pada 

akte kelahiran anak penerima donor.

6. Di bentuknya program yang menguntungkan bayi premature, dimana setiap 

ibu harus dibuat agar bertanggung jawab untuk dapat memproduksi susu 

mereka sendiri sesegera mungkin agar jumlah pendonor dapat dibatasi.

7. Penerima donor ASI hanya untuk anak yang ibunya mengalami 

kontraindikasi medis untuk menyusui atau anak dengan ibu yang meninggal.

8. Jika beberapa ibu pendonor hanya memiliki anak-anak dari satu jenis 

kelamin, maka susu bisa disediakan untuk pihak penerima dari jenis kelamin 

yang sama.  


    


2. Status kemahraman penerima dan pendonor Bank ASI


Tentang kemahraman karena penyusuan, disebutkan dalam ayat yang artinya “Diharamkan bagi kalian untuk menikahi ibu-ibu kalian, putri-putri kalian, saudara-saudara perempuan kalian, amah-amah (saudara perempuan ayah) kalian, khalah-khalah (saudara perempuan ibu) kalian, anak-anak perempuan dari saudara laki-laki dan dari saudara perempuan (keponakan), ibu-ibu yang menyusui kalian, saudara-saudara perempuan kalian sepersusuan….” (QS. An-Nisa, 4: 23). Dalam ayat itu, Allah hanya menyebutkan dua golongan wanita yang haram dinikahi karena hubungan penyusuan, yaitu ibu susu dan saudara wanita sepersusuan.


Ibnu Qudamah al-Maqdisi berkata, “Setiap wanita yang haram (dinikahi) karena hubungan nasab maka diharamkan pula yang semisalnya karena hubungan penyusuan. Mereka adalah para ibu, anak-anak perempuan, saudara-saudara perempuan, amah, khalah, keponakan perempuan dari saudara laki-laki, dan dari saudara perempuan dengan bentuk yang telah dijelaskan dalam masalah nasab, dengan dalil dari hadits sabda Nabi saw yang artinya: “Apa yang haram karena nasab maka itupun haram karena penyusuan.” (Muttafaqun ‘alaihi). Dalam riwayat lain: “Penyusuan itu menjadikan haram apa yang haram karena hubungan kelahiran (nasab).” (al-Mughni, 7/87).


Al-Imam al-Qurthubi menyatakan, “Apabila seorang wanita menyusui seorang bayi laki-laki (yang bukan anaknya), wanita ini menjadi haram (dinikahi) si anak (bila telah dewasa) karena wanita ini adalah ibunya (karena susuan), haram pula bagi anak susu ini menikahi putri ibu susunya karena merupakan saudara perempuannya, haram baginya menikahi saudara perempuan ibu susu karena dia adalah khalahnya, haram baginya ibunya ibu susu karena dia adalah neneknya, haram baginya menikahi putrinya ayah susu (suami ibu susu yang menjadi sebab keluarnya air susu tersebut) karena dia adalah saudara perempuannya, haram baginya saudara perempuan ayah susu karena dia adalah amahnya, haram baginya ibunya ayah susu karena dia adalah neneknya, haram baginya menikahi putri-putri dari anak laki-laki ataupun anak perempuan ibu susu (cucunya ibu susu) karena mereka adalah putri-putri dari saudara laki-laki dan saudara perempuannya sepersusuan.” (al-Jami’ li Ahkamil Quran, 5/72).


Dalam praktek mutakhir masa kini, memberikan ASI untuk bayi dilakukan dan diperoleh dengan alternatif dari ASI para donor yang dikumpulkan di Bank ASI. Maka pada dasarnya, dalam Kaidah Syariah, hal itu diperbolehkan. Sedangkan masalah kemahramannya, maka itu masuk ke dalam Ranah Khilafiyah, atau ada perbedaan pendapat.


Bila dicermati, kini ada beberapa keluarga di satu lingkungan pemukiman yang membuat semacam “Asosiasi Ibu Menyusui” dan mengumpulkan secara menyalurkan ASI denga prakek seperti Bank ASI. Namun dalam skala yang masih kecil, dan dibuat pencatatan yang baik. Sehingga pendonor dan penerima ASI-nya dapat diketahui dengan jelas. Dan kalau ada yang mengambil pendapat tentang kemahraman karena menyusui bayi dengan Bank ASI tersebut, maka hal itu juga dapat diketahui dengan jelas.


Lebih lanjut lagi tentang kemahraman sebagai saudara sepersusuan karena meminum ASI, ada beberapa pendapat. Pertama, ada yang menyebutkan menjadi mahram sebagai saudara sepersusuan, kalau meminum susu itu secara langsung dengan menghisap puting ibu yang menyusuinya. Sedangkan kalau meminum susu ASI itu secara tidak langsung, seperti yang disediakan melalui Bank ASI itu, maka hukum kemahramannya menjadi tidak berlaku. Pendapat ini berdasarkan pada hadits Nabi saw yang menyebutkan, “Laa tuharrimul-masshotu wal-masshotaani” “Tidaklah mengharamkan (karena susuan) satu hisapan dan dua hisapan.” (HR. Muslim no. 1450). Dalam hadits itu disebutkan “al-masshotu” yang secara harfiyah bermakna “menghisap susu atau menyusu, dengan menghisap langsung ke puting susu ibu yang menyusukan”. Bukan “meminum” (susu), yang dalam bahasa Arabnya “syariba-yasyrobu”. Sedangkan meminum susu dari Bank ASI, tidak menghisap susu secara langsung ke puting susu ibu yang menyusukan. Tetapi bayi meminum ASI itu melalui gelas, atau dengan menggunakan botol minum untuk bayi.


Selain itu, berdasarkan perkataan Aisyah disebutkan, “Yang pernah diturunkan dalam Al-Quran adalah bahwa sepuluh kali persusuan menyebabkan adanya hubungan mahram, kemudian hal itu dihapus menjadi lima kali persusuan. Kemudian Nabi saw wafat dan keadaan masih seperti itu.” (HR. Muslim dan At-Tirmidzi dan kitab Jami’-nya).  


Haram karena hubungan nasab/kekerabatan

Berikut ini orang-orang yang tidak boleh dinikahi seorang lakilaki karena ada 

hubungan kekerabatan:

1) Ibu

2) Anak perempuan

3) Saudara perempuan

4) Saudara perempuan ibu

5) Anak perempuan dari saudara laki-laki

6) Anak perempuan dari saudara perempuan



Berikut ini perempuan yang haram dinikahi oleh laki-laki karena hubungan 

kekerabatan selengkapnya.

1. Ibu, ibunya Ibu, ibunya ayah, dan seterusnya dalam garis lurus ke atas

2. Anak perempuan, anak perempuan dari anak laki-laki, anak perempuan dari 

anak perempuan, dan seterusnya dalam garis lurus ke bawah

3. Saudara, baik kandung, seayah maupun seibu

4. Saudara perempuan ayah, baik yang hubungannya dengan ayah sekandung, 

seibu, atau seayah; saudara kakek sekandung, seayah maupun seibu terus 

dalam garis lurus ke atas

5. Saudara perempuan ibu, baik hubungannya degan ibu sekandung, seibu 

maupun seayah; saudara nenek sekandung, seibu maupun seayah dan 

seterusnya dalam garis lurus ke atas

6. Anak dari saudara laki-laki kandung, seayah atau seibu; cucu saudara 

kandung seayah atau seibu dan seterusnya dalam garis lurus ke bawah

7. Anak dari saudara perempuan, kandung, seibu maupun seayah; cucu saudara 

kandung, seibu maupun seayah dan seterusnya dalam garis lurus ke bawah.

c. Haram karena hubungan perkawinan

Perempuan-perempuan yang haram bagi laki-laki untuk selamanya karena 

ada perkawinan antara lain adalah:

1. Ibu tiri, atau perempuan yang telah dinikahi oleh ayah

2. Menantu

3. Mertua

4. Anak dari istri yang telah digauli



Haram karena hubungan sesusuan 


Bila seorang anak menyusu kepada seorang perempuan, maka air susu yang 

diminumnya akan menjadi daging dan darah dalam tubuhnya sehingga perempuan 

tersebut sudah seperti ibunya sendiri. Perempuan itu sendiri dapat menyusui karena 

kehamilan dari hubungannya dengan suaminya, maka anak yang menyusu kepadanya 

juga terhubung dengan suaminya layaknya seorang anak terhubung kepada ayah kandungnya.Selanjutnya keharaman-keharaman melakukan perkawinan berlaku 

sebagaimana hubungan nasab  



BAB III

PENUTUP

  A. KESIMPULAN

Radha'ah secara etimologi berarti penyusuan. Pendapat lain mengartikan Radha'ah adalah mengisap air susu dari payudara. Secara terminolgi menurut ulama fikih berarti masuknya air susu manusia ke dalam perut seorang anak yang umurnya tidak lebih dari dua tahun.

Bank ASI adalah sebuah layanan yang mengumpulkan, meneliti, mengolah dan menyumbangkan ASI yang yang disumbangkan oleh ibu susu yang tak secara biologis memiliki hubungan dengan bayi penerima


B. Saran

Saya menyadari bahwa makalah yang telah Penulis buat ini masihlah belum dapat dikatakan sempurna. Oleh karena itu, Penulis harapkan kepada pembaca sekalian untuk memberikan kritik dan saran yang membangun untuk penyempurnaan makalah ini.



DAFTAR PUSTAKA

https://brainly.co.id/tugas/12693140

http://repositori.uin-alauddin.ac.id/9333/1/Skripsi%20DESRIKANTI%20BK.pdf

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Bank_AS

Bank ASI - Milis Sehat http://milissehatyop.org/bank-asi/ 

Kompasiana.com https://www.google.co.id/amp/s/www.kompasiana.com/amp/candra.permadi/bank-asi_5500b3f9a333117f72511bda 

https://www.halalmui.org/mui14/main/detail/hukum-menyusui-bayi-dengan-bank-asi-dan-kemahramannya 



Tidak ada komentar:

Prospek Hukum Perdata Islam di Indonesia

 MAKALAH “Prospek Hukum Perdata Islam di Indonesia ” Mata Kuliah: Hukum Perdata Islam di Indonesia B  Dosen Pengajar : Noor Efendy, SHI, MH ...

Diberdayakan oleh Blogger.