Wali dan Saksi dalam Pernikahan
WALI DAN SAKSI DALAM PERNIKAHAN
Mata Kuliah: Fiqh Munakahat
Dosen Pengjar: Noor Efendy, SHI, MH
Disusun Oleh:
Ari Mulyadi (2019110748)
Muhammad Ihsan (2019110745)
PRODI HUKUM KELUARGA ISLAM FAKULTAS SYARIAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
DARUL ULUM KANDANGAN
TAHUN 2019/2020
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah Swt. yang telah melimpahkan hidayah serta karuniaNya sehingga dapat menyelesaikan makalah ini tanpa halangan. Shalawat serta salam kita haturkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad Saw. serta keluarga, sahabat-sahabat,pengikut-pengikut beliu hingga akhir zaman.
Saya menulis makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas individu mata kuliah Fikih Munakahat Adengan judul makalah “Walidan Saksi dalam Pernikahan”Sehubungan dengan keterbatasan reverensi dan ilmu pengetahuan yang saya miliki, bila manater dapat kesalahandan kekeliruan mohon kiranya dapat memberikan kritik dan saran. Saya harap semoga makalah ini bermanfaat bagi saya sendiri dan para pembaca.
Kandangan, 22 September 2020
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Wali dan Saksi dalam pernikahan
B. Syarat-syarat Menjadi Wali dan Saksi dalam pernikahan
C. Yang Berhak Wali dan Saksi dalam pernikahan
D. Kedudukan Wali dan Saksi dalam pernikahan
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. LatarBelakang
Islam adalah agama yang rahmatan lilalamin yang Allah
Anugerahkan kepada seluruh umat manusia. Yang terbukti sebagai Agama yang mampu menjawab segala permasalahan dan sesauai dengan perkembangan zaman.
Contohnya saja permasalahan tentang wali dan saksi dalam pernikahan. Islam mengatur serta menjawab tentang syarat, macam-macam, siapa saja yang boleh menjadi wali dan saksi serta bagaimana hukum pernikahan tanpa wali dans aksi.
Dan dalam makalah saya disini akan membahas tentang Wali dan Saksi dalam PernikahanYang dapat menambah wawasan kita tentang kajian Fikih Munakahat.
B. RumusanMasalah
1. Apa pengertian wali dan saksi dalam pernikahan?
2. Apa syarat-syarat menjadi Wali dan Saksi dalam pernikahan?
3. Siapa saja yang berhak menjadi Wali dan Saksi dalam pernikahan?
4. Bagaimana kedudukan wali dan saksi dalam pernikahan?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahuai Definisi Wali dan Saksi dalam pernikahan!
2. Untuk mengetahuai syarat-syarat menjadi Wali dan Saksi dalam pernikahan!
3. Untuk mengetahui yang berhak menjadi Wali dan Saksi dalam pernikahan!
4. Untuk mengetahui kedudukan Wali dan Saks idalam pernikahan!
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Wali dan Saksi
Perwalian merupakan ketentuan syariat yang diberlakukan untuk orang lain, baik secara umum maupun khusus. Perwalian atas jiwa dan perwalian atas harta. Yang dimaksud perwalian dalam pembahasan ini adalah perwalian atas jiwa dalam pernikahan. Seluruh mazhab sepakat bahwa wali dalam hal pernikahan adalah“ Wali perempuan yang melakukan akad nikah dengan pengantin laki-laki sesuai dengan perempuan itu.
Sedangkan pengertian saksi nikah adalah orang yang menyaksikan secara langsung akad pernikahan supaya tidak menimbulkan salah paham dari orang lain. Menurut imam Maalik dan para sahabatnya bahwa saksi dalam akad nikah itu tidak wajib dan cukup diumumkan saja. Mereka beralasan bahwa jual beli yang didalamnya di sebut soal mempersaksikan ketika berlangsungnya jual beli sebagaimana tersebut didalam Alquran bukan merupakan bagian dari syarat-syarat yang wajib dipenuhi. Allah juga tidak menyebutkan didalam Alquran tentang adanya syarat mempersaksikan dalam suatu pernikahan.
Namun Rasulullah SAW bersabda dari Ibnu Abbas r.a .beliau berkata,“Pelacur yaitu perempuan-perempuan yang mengawinkan dirinya tanpa saksi”.(H.R.Tirmidzi).
B. Syarat-Syarat Wali dan Saksi Dalam Pernikahan
1. Syarat-syarat menjadi wali dalam pernikahan
a. Islam, orang yang tidak beragama islam tidak sah menjadi wali atau saksi.
b. Baligh (sudah berumu rsedikitnya 15 tahun)
c. Berakal
d. Merdeka
e. laki-laki
f. Adil
2. Syarat-syarat menjadi saksi dalam pernikahan:
a. Laki-laki
b. Baligh
c. Berakal
d. Dapat mendengar dan melihat
e. Bebas, tidak dipaksa
f. Tidak sedang mengerjakan ihram
g. Memahami yang dipergunakan untuk ijab qabul
C. Yang Menjadi Saksi dan Wali Dalam Pernikahan
Menurut AsSyafii urutan wali nikah ialah:
1. Ayah
2. Kakek
3. Saudara laki-laki sekandung
4. Saudsrs laki-laki se ayah
5. Anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung
6. Anak laki-laki dari saudara se ayah
7. Paman Sekandung (saudara laki-laki dari ayah yang se ibu se ayah)
8. Paman Se ayah
9. Anak laki-laki dari paman kandung
10. Anak laki-laki dari paman se ayah Hakim
Menurut pasal 23 KHI Wali Hakim dapat bertindak sebagai wali nikah apabila Wali nasab tidak ada atau tidak mungkin menghadirkannya Atau tidak diketahui tempat tinggalnya atau ghaib atau adlal Atau enggan.
Dalam hal ini wali adlal atau enggan, maka wali hakim baru Dapat bertindak sebagai wali nikah setelah ada putusan PA tentang wali tersebut.
Sedangkan tingkatan wali itu terbagi menjadi, yaitu
a. Wali nasab dan wali Hakim
Wali nasab adalah wali dari pihak kerabat dan wali hakim adalah pejabat yang diberi hak oleh penguasa untuk menjadi wali nikah dalam keadaan tertentu dengan sebab tertentu pula, sebagian ulama diantaranya ulama dalam mazhab SyafiI, Hambali dan Hanafi menambahkan orang yang berhak menjadi Wali nikah bagi budak yang dimerdekannya jika tidak Ada wali nasab.
b. Wali Mujbir
Mujbir menurut bahasa ialah orang yang memaksa. Mujbir menurut istilah adalah wali yang berhak menikahkan perempuan tanpa terlebih dahulu meminta izin kepadanya.
c. Wali Adol
Adol artinya enggan, wali adol adalah wali yang nggan atau menolak menikahkan perempuan yang dibawah kewaliannya, para ulama sepakat bahwa wali tidak boleh menolak menikahkan perempuan yang dibawah kewaliannya. Bila wali yang berhak itu menolak untuk menikahkan padahal laki-laki yang akan menikahinya itu sekufu dan sanggup membayar mahar maka hak kewaliannya pindah ketangan hakim.
Rasulullah SAW bersabda:
“Kalau (wali-wali) itu enggan (menikahkan )makahakim menjadi wali perempuan yang tidak mempunyai wali” (HR. Abu Dawud, Turmudzi dan Ibnu Hibban)
Selain dari macam-macam wali diatas ada juga wali ghaib, atau wali yang jauh dari perempuan yang akan dinikahinya, sejauh perjalanan qashar dan ia tidak mempunyai wakil, maka perempuan itu boleh dinikahkan oleh hakim karena wali yang gaib itu masih tetap wali, belum berpindah kepada wali yang lebih jauh hubungannya, ini menurut pendapat mazhabSyafii.
Sedangkan pendapat mazhab Abu Hanifah, perempuan itu dinikahkan oleh wali yang jauh hubungannya dari wali ghaib, menurut susunan wali-wali tersebut diatas. Umpamanya wali yang gaib itu bapak, maka yang menikahkan anak itu adalah kakeknya, bukan hakim.
Sedangkan dalam pernikahan menurut syarat-syarat saksi, adalah laki-laki, namun para ulama ada yang berbeda pendapat. Seperti Hanafi dan Hambali dalam riwayat yang termasyur:
“ Kesaksian seorang wanita saja dapat diterima“.
Maliki dan Hambali dalam riwayat lainnya mengatakan
“Kesaksiandenganduaorangwanitadapatditerima”.
Sedangkan menurut As-SyafiI “Tidak diterima kesaksian perempuan, kecuali empat orang”.
D. Kedudukan Wali dan Saksi Dalam Pernikahan
1. Kedudukan wali dalam pernikahan Seperti telah diterangkan, salah satu rukun nikah adalah wali. Maka dengan demikian wali dalam pernikahan merupakan oranglaki-laki yang menjadi ketergantungan sahnya pernikahan. Tidaklah sah akad nikah tanpa wali. Berdasarkan hadits RasulullahSAW:
“janganlah seorang perempuan mengawinkan perempuan lain dan jangan pula ia menikahkan dirinya sendiri ” (HR.Ibn Majah dan Dawu Quthni) Dalam hadits lain Rasululllah bersabda:
“Tidak sah pernikahan kecuali dengan wali yang dewasa”.
Sedangkan menurut Mazhab Syafii wali merupakan syarat sahnya nikah, pendapat ini bertitik tolak dari hadist Rasulullah SAW “Barangsiapa diantara perempuan yang nikah dengan tidak seizin walinya, nkahnya itu batal”
Namun menurut Mazhab Hanafi, wali tidak merupakan syarat untuk syahnya nikah, tetapi sunah saja hukumnya boleh ada wali boleh tidak ada wali, yang penting harus ada izin orang tua pada waktu menikah baik dia itu pria atau wanita. Pendapat mazhab Hanafi ini di ambil dari AL-quran dan Hadist Rasulullah. Seperti Surah Al-baqarah ayat 232
“Apabila kamu menta laqi isteri-isterimu, laluh abis masa iddahnya janganlah kamu (para wali), menghalangi mereka nikah lagi dengan calon suaminya”.
Sedangkan menurut undang-undang Nomor 1 Tahun 1974, tidak jelas mengatur tentang wali nikah, tetapi disyaratkan harus ada izin orang tua bagi yang menikah apabila belum berumur21tahun.
Dalam praktek pengadilan Agama sebagaimana dikemukakkan di atas wali nikah merupakan keharusan untuk sahnya nikah, bahkan wali nikah itu harus dinilai pula apakah wali mujbir atau wali Nasabbiasa.
2. Kedudukan Saksi Dalam Pernikahan
Seperti halnya wali, saksi juga salah satu rukun dalam pernikahan. Demikian pendapat para ulama dalam mazhab Syafii,maliki dan hanafi. Tidak sah pernikahan yang dilaksanakan tanpa saksi, Rasulullah SAW bersabda:
“Suatu pernikahan tidak sah kecuali dengan wali dan dua orang Saksi yang adil (HR.Ahmad).
Maka dari hadist tersebut dapat kita simpulkan bahwa dua Orang saksi dalam pernikahan wajib dihadirkan, karena jika tidak Dihadirkan pernikahan maka tidak sah.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Untuk permasalahan wali dan saksi dalam pernikahan para ulama berbeda-beda pendapat, baika dayang membolehkan atau mentidakkan wali dan saksi dalam pernikahan.
Selainitu, wali dalam pernikahan secara berarti“ Wali perempuan yang melakukan akad nikah dengan pengantin laki-laki sesuai dengan perempuan itu. Sedangkan pengertian saksi adalah orang yang menyaksikan secara langsung akad pernikahan supaya tidak menimbulkan salah paham dari orang lain.
Selain itu wali juga terbagi menjadi tiga yaitu, wali nasab dan hakim, wali Mujbir dan wali Adol. Kehadiran saksi pada saat akad nikah amat penting, karena menyangkut kerukunan rumah tangga, terutama menyangkut kepentingan istri dan anak, sehingga tidak ada kemungkinan suami mengingkari anaknya yang lahir dari istrinya itu. Dan jika para saksi yang hadir diamanatkan oleh pihak yang mengadakan akad nikah agar merahasiakan dan tidak memberitahukannya kepada khalayak ramai, maka nikahnya tetap sah.
DAFTAR PUSTAKA
Ariefraihan,” Makalah Pengertian Saksi Dalam Pernikahan, ”http://knowledgeisfreee.blogspot.com/2015/10/makalahpengertian-saksi-dalam.html?m=1, (diakses pada 20 September 2020).
Khalkulbahri Makalah Fiqh Munakahat: Walidan Saksi dalam Pernikahan, http://khalkulbahri.blogspot.com/2013/10/makalah-fiqhmunakahat-wali-dan-saksi.html?m=1(diakses pada minggu, 23 September 2020).
Moh. Idris, Ramulyo. HUKUM PERKAWINAN,HUKUM KEWARISAN, HUKUM ACARA PERADILAN AGAMA,DAN ZAKATMENURUT HUKUMISLAM. Jakarta: Sinar Grafika. 2000.
Rasyid. Sulaiman. FIKIH ISLAM (Hukum Fiqh Islam). Bandung: Sinar Baru Algensindo. 2016.
Shomad, Abd,. HUKUM ISLAM: .Jakarta:Prenada media Group, 2017.
Sabiq, Sayyid. FIKIHS UNNAH. Jakarta: Cakrawala Publishing, 2008.
Team Guru PAI MA, “HIKMAH: (t.t:t.p,t.th
Tidak ada komentar: