Orang Orang yang Haram Dinikahi
MAKALAH
Orang-Orang Yang Tidak Boleh Dinikahi (Mahram)
Mata Kuliah : Fiqh Munakahat
Dosen Pengajar : Noor Efendy, S.H.I., M.H
Nama Kelompok 2 :
Norlatipah (2019110733)
Rini (2019110724)
PRODI HUKUM KELUARGA ISLAM
FAKULTAS SYARIAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
DARUL ULUM KANDANGAN
TAHUN 2019 M / 1441 H
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Pernikahan dalam Islam adalah perintah
bagi umat Islam. Dalam undang-undang No. 1 tahun 1974 Pasal 1 dinyatakan bahwa
“ Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang wanita dan pria sebagai
suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan
ketuhanan Yang Maha Esa”. Sedang dalam kompilasi hukum Islam “ Perkawinan yang
sah menurut hukum Islam merupakan pernikahan, yaitu akad yang kuat atau mitsaqan ghalidzan untuk menaati
perintah Allah dan melaksanakan nya merupakan ibadah”.
Dari pengertian diatas, pernikahan
memiliki tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Sehingga baik suami
maupun istri harus saling melengkapi agar masing-masing dapat mengembangkan
kepribadiannya daam membentuk dan mencapai kesejahteraan spritual dan material.
Dalam Islam, perkawinan dimaksudkan untuk
memenuhi kebutuhan seksual seseorang secara halal serta untuk melangsungkan
keturunannya dalam suasana saling mencintai (mawaddah) dan kasih sayang
(rahmah) antara suami istri. Jadi, pada dasarnya perkawinan merupakan cara
penghalalan terhadap kedua lawan jenis, yang semula diharamkan, seperti
memegang, memeluk, mencium, dan hubungan intim.
Perkawinan juga merupakan cara untuk
melangsungkan kehidupan umat manusia dimuka bumi, karena tanpa adanya
regenerasi, populasi manusia dimuka bumi ini akan punah. Dan perkawinan
memiliki dimensi psikologis yang sangat dalam, karena dengan perkawinan ini
kedua insan, suami istri yang semula merupakan orang lain kemudian menjadi
satu. Mereka saling memiliki, saling menjaga, saling membutuhkan, dan tentu
saja saling mencintai dan menyayangi, sehingga terwujud keluarga yang harmonis.
Dalam hukum perkawinan Islam dikenal
sebuah asas yang disebut selektivitas. Artinya bahwa seseorang ketika hendak
melangsungkan pernikahan terlebih dahulu harus menyeleksi dengan siapa ia boleh
menikah dan dengan siapa ia terlarang untuk menikah. Hal ini untuk menjaga agar
pernikahan yang dilangsungkan tidak melanggar aturan-aturan yang ada. Terutama
bila perempuan yang hendak dinikahi ternyata terlarang untuk dinikahi, yang
dalam Islam dikenal dengan istilah Mahram (orang yang haram dinikahi).
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa
itu mahram ?
2. Bagaimana
macam-macam mahram ?
3. Apa
hikmah dari diharamkannya ?
C.
Tujuan
1. Untuk
mengetahui pengertian mahram
2. Untuk
mengetahui macam-macam mahram
3. Untuk
mengetahui hikmah dari pengharamannya
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Mahram
Kata
Mahram berasal dari bahasa Arab (Arab :محرم ) mahram memiliki arti sesuatu yang dilarang. Jadi, mahram
adalah semua orang yang haram untuk dinikahi selamanya karena sebab keturunan,
persusuan, dan pernikahan dalam syariat Islam.[1]
Berikut merupakan pendapat para ahli
mengenai pengertian mahram :
·
Abdul Barr Rahimahullah,
mahram adalah laki-laki yang haram bagi wanita sebab nasab seperti bapak dan
saudara laki-lakinya atau sebab pernikahan seperti suami, bapak suami (mertua)
dan anak laki-laki suami (anak tiri) atau anak susuan, saudara sesusuan dan karena
sebab yang lainnya.
·
Al-Hafidz, mahram
perempuan adalah orang yang diharamkan baginya atas dasar ikatan (pernikahan)
kecuali ibu hasil hubungan badan yang syubhat dan wanita yang dilaknat. Maka
keduanya tidak menjadi mahram. Dan sebagian Ummahatul Mukminin juga berpendapat
seperti ini mengenai pengertian mahram karena sebab pernikahan. Tidak haram
bagi perempuan tersebut dan ia keluar dari ikatan saudara perempuan, bibi dari
bapak dan ibu, anak perempuan jika melakukan akad dengan ibu akan tetapi belum
sampai melakukan hubungan badan.
·
Ibnu Qudamah rahimahullah
juga berpendapat semua orang yang haram untuk dinikahi selama-lamanya karena
sebab nasab, persusuan dan pernikahan, seperrti bapaknya, anaknya atau saudara
laki-lakinya karena sebab nasab atau sepersusuan.
·
Ibnu Atsir rahimahullah
berpendapat bahwa diharamkan menikah dengan sanak keluarganya seperti bapak,
anak, saudara laki-laki, pamannya atau yang lainnya yang masih memiliki ikatan
mahram.
·
Muhammad Khasyad
rahimahullah, mahram adalah seorang yang haram menikah atas dasar ikatan karena
sebab pernikahan, nasab, persusuan atau sebab lainnya.
·
Syeikh Shaleh Al-Fauzan
rahimahullah juga berpendapat mengenai mahram adalah semua orang yang haram
dinikahi selama-lamanya karena sebab nasab seperti bapak, anak dan saudaranya
atau dari sebab pernikahan yang lainnya seperti saudara pesusuannya, ayah ataupun
anak tirinya. [2]
B.
Macam-Macam
Mahram
Tidak semua perempuan boleh dikawini,
tetapi syarat perempuan yang boleh dikawini hendaklah dia bukan orang yang
haram bagi laki-laki yang aakan mengawininya, baik haram nya untuk selamanya
ataupun sementara.
Secara garis besar larangan-larangan
perkawinan dalam syara itu dibagi dua, yaitu : keharaman yang bersifat abadi
(tahrim mu’abbad), dan keharaman yang bersifat sementara ( tahrim mu’aqqat).
Yang haram selamanya, yaitu perempuan
yang tidak boleh dikawini oleh laki-laki sepanjang masa. Sedangkan yang haram
sementara yaitu perempuan yang tidak boleh di kawini selama waktu tertentu dan
dalam keadaan tertentu. Bilamana keadaannya sedah berubah haram sementaranya
hilang dan menjadi halal.
Sebab-sebab haram selamanya :
1. Karena
nasab
Yang haram karena
nasab adalah :
1) Ibu
kandung
2) Anak
perempuan
3) Saudara
perempuan
4) Bibi
dari pihak ayah
5) Bibi
dari pihak ibu
6) Anak
perempuan saudara laki-laki
7) Anak
perempuan saudara perempuan
Hal-hal diatas
tersebut dalam firman Allah :
حُرِّمَتْ
عَلَيْكُمْ أُمَّهَا تُكُمْ وَ بَنَا تُكُمْ وَ أَخَوَاتُكُمْ وَ عمَّاتُكُمْ وَخَلَاتُكُمْ
وَ بَنَاتُ الاَخِ وَ بَنَاتُ الاُخْتِ وَ أُمَّهَاتُكُمُ اللَّآتِيْ أَرْ ضَعْنَكمْ وَ أَخَوَا تُكُمْ مِنَ
الرَّضَا عَةِ وَ أُمَّهَاتُ نِسَآئِكُمْ وَرَبَآ ئِكُمُ اللّٓاتِيْ فِيْ حُجُوْرِكُمْ
مِنْ نِسَآئِكُمُ اللَّاتِيْ دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَاِنْ لَمْ تَكُوْنُوْا دَخَلْتُمْ
بِهِنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ وَحَلَائِلُ أَبْنَا ئِكُمُ الَّذِيْنَ مِنْ أَصْلَابِكُمْ
وَ أَنْ تَجْمَعُوْا بَيْنَ الْاُخْتَيْنِ إِلاَّ مَا قَدْ سَلَفَ
“Diharamkan
bagi kamu ibu-ibu kamu, anak perempuan kamu, saudara perempuan kamu, bibi dari
pihak ayah kamu, bibi dari pihak ibu kamu, anak perempuan saudara perempuan,
anak perempuan saudara laki-laki, ibu yang menyusui kamu, sesusuan, mertua
perempuan kamu, anak tiri perempuan kamu yang ada dalam pemeliharaan kamu yang
ibunya telah kamu gauli, tetapi kalau ibunya belum kamu gaulu tidak mengapa
kamu kawin dengan mereka, istri-istri anak kandungmu, dan tidak boleh kamu
memadu dua orang perempuan saudara sekandung kecuali diwaktu yang lalu (QS.
An-Nisa ayat :23).
Dan
yang dimaksud dengan ibu yaitu perempuan yang melahirkan kamu. Termasuk dalam
pengertian ibu sendiri, ibunya ibu, nenknya ibu, ibunyak bapak, neneknya bapak
dan terus keatas.
Anak
perempuan maksudnya semua anak perempuan yang kau lahirkan atau cucu perempuan
dan terus ke bawah. Termasuk dalam pengertian anak perempuan yaitu anak
perempuan kandungmu dan anak-anak perempuannya.
Saudara
perempuan maksudnya semua perempuan yang lahir dari ibu bapakmu atau dari salah
satunya.
Bibi
perempuan maksudnya semua perempuan yang menjadi saudara ayahmu atau datukmu
baik lahir dari kakek dan nenekmu maupun dari salah satunya. Adakalanya bibi
perempuan dari pihak ibu yaitu saudara perempuan bapaknya ibumu.
Kala
hal, semua perempuan yang menjadi saudara ibumu dari nenek dan kakekmu salah
satunya. Terkadang ada juga saudara perempuan ayah, yaitu saudara perempuan
dari ibunya ayahmu.
Anak
perempuan saudara laki-laki yaitu anak perempuan saudaramu laki-laki baik
sekandung maupun tiri. Termasuk juga dalam pengertian ini anak perempuannya
dari saudara perempuanmu.
2. Karena
perkawinan
Yang haram karena
perkawinan ini adalah :
1) Ibu
istri, neneknya dari pihak ibu, neneknya dari pihak ayah dan keatas,
sebagaimana firman Allah :
وَاُمَّھَاتُ
نِسَآٸكُم
“dan ibu-ibu istri kamu”
Haramnya mereka
ini tidk disyaratkan adanya persetubuhan atau tidak, tetapi semata-mata karena
terjadi perkawinan saja.
2) Anak
tiri perempuan yang ibunya sudah digaulinya
Termasuk
dalam pengertian ini anak perempuan dari anak perempuan tirinya, cucu-cucu
perempuannya, dan terus kebawah, karena mereka termasuk dalam pengertian anak
perempuan dari istrinya, sebagaimana firman Allah :
وَرَبَآ
ئِكُمُ اللّٓاتِيْ فِيْ حُجُوْرِكُمْ مِنْ نِسَآئِكُمُ اللَّاتِيْ دَخَلْتُمْ بِهِنَّ
فَاِنْ لَمْ تَكُوْنُوْا دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ
“dan anak tiri perempuan kamu yang da di
tangan kamu dari istri yang telah kamu gauli. Jika kau belum menggauli mereka,
maka tidaklah salah kamu kawin dengannya”.
Anak tiri
perempuanmu maksudnya, anak istri kamu dari perkawinannya dengan laki-laki
lain. Anak tiri ini dinamakan dalam Al-Qur’an sebagai “Rabibah” karena
laki-laki tadi mendidik dan memelihara anaknya sendiri. Sedangkan firman Allah
yang menyebutkan :
اللّٓاتِيْ
فِيْ حُجُوْرِكُمْ
“Yang
ada di tangan kamu “ , adalah
menerangkan kebiasaan yang berlaku dari anak tiri, yaitu biasanya ia ikut ke
rumah bapak tirinya, dan bukan berarti ayat tersebut menunjukkan pembatasan
bahwa anak tiri yang tidak ikut diurus oleh bapak tirinya lalu boleh dikawini
olehnya sesudah bercerai dengan ibunya. Tetapi menurut mazhan Dhahiri ayat
tersebut sebagai pembatasan. Jadi anak tiri yang tidak ikut diurus oleh ayah
tirinya boleh dikawininya.
3) Istri
anak kandung, istri cucunya, baik laki-laki maupun perempuan dan seterusnya,
sebagaimana firman Allah :
وَحَلَائِلُ أَبْنَا ئِكُمُ الَّذِيْنَ مِنْ أَصْلَابِكُمْ
“ Dan istri-istri anak kandungmu”.
4) Ibu
tiri
Diharamkan
anak mengawini ibu tirinya karena perkawinannya dengan ayahnya sekalipun beliau
pernah digaulinya. Kawin dengan ibu tiri ini banyak terjadi zaman jahiliyyah
yang mereka namakan “Kawin kebencian”. Dan anak yag mengawini ibu tirinya
disebut “ Yang dibenci”.
Allah
telah melarang, mencela dan memerintahkan menjauhi perbuatan ini. Imam Razi
berkata : macam keburukan ada tiga : keburukan menurut akal, keburukan menurut
agama, dan keburukan menurut adat. Dan kawin dengan ibu tiri oleh Allah
diterangkan keburukannya dalam semua segi tersebut.
Contohnya firman
Allah yang menyebutkan perbuatan tersebut dengan “perbuatan keji (Fahisyah)
mengisyaratkan pada keburukannya menurut akal.
اَنَّ
النَّبِيَ صلعم سُئِل عَنْ رَجُلٍ زَنَى بِإِمْرَأَةٍ فَاَرَادَ اَنْ يَتَزَوَّجَهَا
اَوْ إِبْنَتَهَا ; فَقَالَ صلعم; لَا يُحَرِّمُ الْحَرَامُ الْحَلَالَ إِنَّمَا يُحَرِّمُ
مَا كَانَ بِنِكَاحٍ
“Bahwa
Nabi pernah ditanya tentang laki-laki yang telah berzina dengan perempuan,
kemudian ia ingin mengawini perempuan tersebut atau anak perempuannya. Maka
sabdanya: “barang haram tidak mengharamkan yang halal, dan yang mengharamkan
perkawinan itu hanyalah karena perkawinan.”
3. Karena
susuan
Diharamkan kawin
karena susuan sebagaimana haramnya karena nasab. Yang haram karena nasab: ibu,
anak perempuan, saudara perempuan, bibi dari ayah, bibi dari ibu, anak
perempuan dari saudara laki-laki dan anak perempuan dari saudara perempuan.
Perempuan tersebut
diatas diterangkan dalam firman Allah An-Nisa yat 23:
حُرِّمَتْ
عَلَيْكُمْ أُمَّهَا تُكُمْ وَ بَنَا تُكُمْ وَ أَخَوَاتُكُمْ وَ عمَّاتُكُمْ وَخَلَاتُكُمْ
وَ بَنَاتُ الاَخِ وَ بَنَاتُ الاُخْتِ وَ
أُمَّهَاتُكُمُ اللَّآتِيْ أَرْ ضَعْنَكمْ
وَ أَخَوَا تُكُمْ مِنَ الرَّضَا عَةِ
“Diharamkan atas kamu (mengawini) ibumu, anak
perempuan, saudara perempuanmu, saudara perempuan bapakmu, saudara permpuan
ibumu, anak perempuan dari saudara laki-laki, anak perempuan dari saudara
perempuan, ibu yang menyusukanmu, saudara perempuan dari sesusuanmu.”
Karena itu menurut
ayat ini ibu susu sama dengan ibu kandung. Dan diharamkan bagi anak laki-laki
yang di susui kawain dengan ibu susunya dan dengan semua perempuan yang haram
dikawininya dari pihak ibu kandung.
Jadi yang haram
dikawinya yaitu:
1) Ibu
susu, karena ia telah menyusui nya maka dianggap sebagai ibu dari yang menyusu.
2) Ibu
dari yang menyusui, sebab ia merupakan neneknya.
3) Ibu
dari bapak susunya, karena ia merupakan neneknya juga.
4) Saudara
perempuan dari ibu susunya, karena menjadi bibi susunya.
5) Saudara
perempuan bapa susunya, karena menjadi bibi susunya.
6) Cucu
perempuan ibu susunya, karena mereka menjadi anak perempuan saudara laki-laki
dan perempuan sesusuan dengannya.
7) Saudara
perempuan sesusuan baik yang sebapak atau seibu atau sekandung.[3]
Sebab-sebab haram sementara :
1. Dua
perempuan bersaudara yang dimadu
Termasuk
yang diharamkan oleh Islam, ialah memadu dua perempuan bersaudara. Sedangkan
pada zaman jahiliyyah dibebaskan. Hubungan cinta saudara yang selalu ditekan
oleh Islam untuk dikokohkan itu akan bisa pudar apabila salah satu dijadikan
gundik terhadap yang lain.
Al-Qur’an
telah menegaskan haramnya pemaduan seperti ini dan disusul dengan penegasan
Rasulullah SAW. Dalam salah satu sabdanya yang berbunyi sebagai berikut :
“Tidak boleh dimadu antara seorang perempuan
dengan bibinya dari ayah (‘Ammah) dan antara perempuan dengan bibinya dari ibu
(Khalah).
2.
Perempuan yang bersuami
Perempuan
yang sudah kawin dan masih menjadi tanggungan suaminya tidak boleh dikawini
oleh laki-laki lain. Supaya perempuan itu dapat halal untuk laki-laki lain, diperlukan
dua syarat sebagai berikut :
a. Perempuan
tersebut sudah lepas dari kekuasaan suaminya baik karena ditinggal mati oleh
suaminya maupun karena ditalaq.
b. Sudah
sampai iddah yang telah ditentukan Allah. Selama dalam iddah perempuan tersebut
menjadi tanggung jawab suami yang pertama.
3.
Perempuan Musyrik
Termasuk
perempuan yang haram dikawini adalah perempuan musyrik yaitu perempuan yang
menyembah berhala, seperti orang musyrik Arab dahulu dan sebagainya.
Firman Allah :
وَلَا تَنْكِحُوا
الْمُشْرِكَاتِ حَتَّىٰ يُؤْمِنَّ ۚ وَلَأَمَةٌ مُؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِنْ مُشْرِكَةٍ
وَلَوْ أَعْجَبَتْكُمْ ۗ وَلَا تُنْكِحُوا الْمُشْرِكِينَ حَتَّىٰ يُؤْمِنُوا ۚ
وَلَعَبْدٌ مُؤْمِنٌ خَيْرٌ مِنْ مُشْرِكٍ وَلَوْ أَعْجَبَكُمْ ۗ أُولَٰئِكَ
يَدْعُونَ إِلَى النَّارِ ۖ وَاللَّهُ يَدْعُو إِلَى الْجَنَّةِ وَالْمَغْفِرَةِ
بِإِذْنِهِ
“Jangan kamu
kawini perempuan musyrik sehingga mereka beriman dan sungguh seorang hamba
perempuan yang beriman adalah lebih baik daripada seorang perempuan musyrik
sekalipun dia itu sangat mengagumkan kamu, dan jangan kamu kawinkan anak-anak
kamu (perempuan) dengan laki-laki musyrik sehingga mereka itu beriman dan
sungguh seorang hamba laki-laki yang beriman
adalah lebih bai dari pada seorang laki-laki musyrik sekalipun mereka
itu sangat mengagumkan kamu. Sebab, merekaitu mengajak kamu ke neraka,
sedangkan Allah mengajak ke surge dan pengampunan dengan izin-Nya juga”.
(al-Baqarah : 221)
Ayat diatas
menjelaskan bahwa seorang mukmin laki-laki tidak dibolehkan kawin dengan
perempuan musyrik, begitu juga perempuan mukminah tidak dibolehkan kawin dengan
laki-laki musyrik karena ada perbedaan yang sangat jauhantara kedua kepercayaan
tersebut. disatu pihak mengajak ke surga sedangkan dipihak lain mengajak ke
neraka. Di satu pihak beriman kepada Allah dan para Nabi serta hari kiamat,
sedangkan dipihak lainmenyekutukan Allah dan ingkar kepada Nabi serta hari
kiamat.[4]
4. Perempuan
Ahli Kitab
Adapun perempuan ahli kitab baik dari
kalangan Yahudi maupun Nasrani oleh al-Qur’an telah diizinkan kawin dengan
mereka itu untuk mengadakan pergaulan dengan mereka. Dalam masalah pernikahan
antara pria muslim dengan wanita ahli kitab, Prof KH. Ibrahim Husen, di dalam
bukunya, “Fiqh Perbandingan mengelompokkan pendapat para ulama tentang
pernikahan tersebut ada yang menghalalkan, ada yang mengharamkan, da nada yang
menyatakan halal tetapi siasah tidak menghendaki. Kelompok yang pertama adalah
kelompok yang membolehkan pernikahan antara pria muslim dengan wanita ahli
kitab, yaitu pendapat jumhur ulama. Mereka mendasarkan pendapatnya pada dalil
al-Qur’an surah Al-Maidah ayat 5:
وَطَعَامُ
الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حِلٌّ لَكُمْ وَطَعَامُكُمْ حِلٌّ لَهُمْ ۖ
وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا
الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ إِذَا آتَيْتُمُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ مُحْصِنِينَ
غَيْرَ مُسَافِحِينَ وَلَا مُتَّخِذِي أَخْدَانٍ
“Makanan ahli kitab adalah halah buat kamu
begitu juga makanamuhalal buat mereka. Perempuan mukminah yang baik (halal buat
kamu) begitu juga perempuan yang baik dari orang-orang yang pernah diberi kitab
sebelum kamu apabila mereka itu kamu beri maskawin, sedangkan kamu kawini
mereka (dengan car yang baik) bukan berzina dan bukan kamu jadikan gundik.”
(al-Maidah ayat 5)
Kelompok yang kedua adalah kelompok yang
mengharamkannya, seperti pendapat salah seorang
sahabat yang terkemuka dari kalangan para sahabat Ibnu Umar. Adapun
praktik sahabat menurut pendapat ini adalah karena pada waktu itu islam baru
sedikit. Sedangkan kelompok yang ketiga adalah golongan yang berpendirian bahwa
menikahi perempuan ahli kitab sah hukum, tetapi siasah tidak menghendakinya.[5]
5.
Perempuan muslimah kawin
dengan laki-laki lain
Perempuan
muslimah tidak boleh kawin dengan laki-laki lain, baik dia ahli kitab maupun
lainnya dalam situasi dan keadaan apapun seperti firman Allah:
وَلَا تَنْكِحُوا
الْمُشْرِكَاتِ حَتَّىٰ يُؤْمِنَّ
”Janganlah kamu
kawinkan anak-anak perempuanmu dengan laki-laki musyrik sehingga mereka masuk
islam.” (al-Baqarah ayat 221)
Firman Allah tentang perempuan mukminah yang turut
hijrah ke madinah
فَإِنْ عَلِمْتُمُوهُنَّ مُؤْمِنَٰتٍ فَلَا
تَرْجِعُوهُنَّ إِلَى ٱلْكُفَّارِ ۖ لَا هُنَّ حِلٌّ لَّهُمْ وَلَا هُمْ
يَحِلُّونَ لَهُنَّ ۖ
“Kalau kamu sudah yakin mereka itu perempuan
mukminin janganlah dikembalikan kepada orang-orang kafir sebab mereka itu tidak
halal bagi kafir dan orang kafir pun tidak halal buat mereka ( muslimah).”
( al-Mumtahannah ayat 10)
Dalam
ayat ini tidak ada pengecualian untuk ahli kitab. Oleh karena itu, hukumnya
berlaku secara umum. Yang boleh ialah laki-laki muslim kawin dengan perempuan
Yahudi dan Nasrani bukan sebaliknya sebab laki-laki adalah kepala rumah tangga
yang mengurus serta bertanggung jawab terhadap perempuan. Islam tetap
memberikan kebebasan kepada perempuan ahli kitab untuk tetap berpegang kepada
agamanya sekalipun berada di bawah kekuasaan laki-laki muslim, di yakini suami
musli itu harus melindungi hak-hak dan kehormatan istrinya menurut syari’atnya
(islam).
6. Perempuan
Zina
Yang
dimaksud perempuan zina disini ialah perempuan nakal yang pekerjaannya berzina
(pelacur). Dalam hal ini ada suatu riwayat yang di ceritakan oleh Murtsid dari
Abu Murtsid, yakni bahwa ia minta izin kepada nabi untuk kawin dengan pelacur
yang telah dimulainya perhubungan ini sejak zaman jahiliyah, namanya Anaq. Nabi
tidak menjawabnya sehingga turunlah ayat yang berbunyi :
الزَّانِي لَا يُنْكِحُ اِلَّا زَانِيَةً اَوْ
مُشْرِكَةً وَالزَّانِىَةُ لَا يَنْكِحُهَا اِلَّازَانٍ اَوْ مُشْرِكٌ وَ حُرِّمَ ذَالِكَ
عَلَى الْمُؤْمِنِيْنَ٠ فَتَلَا النَّبِيُّ صلى الله عليه و سلم الٓايَةَ وَ قَالَ
لَهُ ; لَاتَنْكِحُهَا.
“Laki-laki tukang
zina tidak (pantas) kawin, melainkan dengan perempuan pezina atau musyrik, dan
perempuan tukang zina tidak (pantas) kawin, melaikan dengan laki-laki pezina
atau misyrik. Yang demikian ini diharamkan atas orang-orang mukmin.”
(an-Nur ayat 3) Kemudian beliau bacakan ayat tersebut dan berkata: Jangan kamu
kawini dia.” (Abdu Daud, Nasa’I dan Tirmidzi)
Ini justru
Allah hanya memperkenankan kawin dengan perempuan mikminah yang muhshanah atau
ahli kitab yang muhshanah juga seperti yang telah di terangkan terdahulu. Yang
dimaksud dengan muhshanah adalah yang terpelihara. Syarat muhshanah aini
berlaku juga buat laki-laki, yang selanjutnya disebut muhshan seperti yang
dikatakan Allah dalam surah An-Nisa ayat 14:
مُحْصِنِيْنَ
غَيْرَ مُسَا فِحِيْنَ
“Yang terpelihara, bukan pezina.”[6]
C.
Hikmah
Diharamkannya
Allah telah membuat beberapa macam
ikatan buat manusia saling kasih mengasihi dan bertolong-tolongan dalam
melenyapkan yang merugikan dan menarik yang berguna. Tetapi ikatan yang paling
kuat diantara bermacam-macam ikatan ini ialah keluarga dan perkawinan.
Masing-masing dari ikatan ini mempunyai tingkat yang berbeda-beda. Dalam ikatan
keluargayang paling kuat adalah ikatan kasih sayang dan senang antara anak dan
orang tua. Perasaan seorang ayah terhadap anaknya secara sangat halus ada di
dalam dirinya yang secara fitrah mendorong dirinyamemperhatikan pendidikan
anak-anaknya dengan sungguh-sungguh agar nantinya menjadi orang yang seperti
dirinya.
Imam Ghazali dalam Ihya’nya
menyebutkan bahwa salah satu hal yang minta diperhatikan betul dalam urusan
kawin, hendaknya perempuannya jangan dari keluarganya dekat. Kata beliau ;
sebab nati anaknya akan lemah. Dalam hal ini Ghazali membawakan beberapa hadits
tetapi tidak ada yang sah. [7]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Mahram adalah semua orang yang haram untuk
dinikahi selamanya karena sebab keturunan, persusuan, dan pernikahan dalam
syariat Islam. Sedangkan menurt pendapat para ahli mengenai pengertian mahram diantaranya
yaitu:
-
Abdul Barr Rahimahullah,
mahram adalah laki-laki yang haram bagi wanita sebab nasab seperti bapak dan
saudara laki-lakinyabatau sebab pernikahan seperti suami, bapak suami (mertua)
dan anak laki-laki suami (anak tiri) atau anak susuan, saudara sesusuan dan
karena sebab yang lainnya.
-
Al-Hafidz, mahram
perempuan adalah orang yang diharamkan baginya atas dasar ikatan (pernikahan)
kecuali hasil hubungan badan yang syubhat dan wanita yang dilaknat. Maka
keduanya tidak menjadi mahram.
Macam-macam mahram dibedakan menjadi 2 sebab yaitu:
·
Sebab-sebab haram
selamanya :
1. Karena
nasab
2. Karena
perkawinan
3. Karena
susuan
·
Sebab-sebab haram
sementara :
1. Dua
perempuan bersaudara yang dimadu
2. Perempuan
yang bersuami
3. Perempuan
musyrik
4. Perempuan
ahli kitab
5. Perempuan
muslimah kawin dengan laki-laki lain
6. Perempuan
zina
B.
Kritik
dan saran
Demikian
makalah ini yang dapat kami buat. Kami sangat menyadari bahwa makalah yang kami
buat ini jauh dari kata sempurna karana dari itu kami minta kritik dan sarannya
dari pembaca untuk lebih baik lagi kami meneulis makalah selanjutnya. Semoga
makalah ini bermanfaat untuk kita semua.
Daftar
Pustaka
-
Sayyid Sayyid, FIQIH SUNNAH, (Bandung : Alma’arif,
1997)
-
Syekh Muhammad Yusuf
Qardhawi, HALAL & HARAM DALAM ISLAM,
(Surabaya :PT Bina Ilmu, 2007)
-
Qohar, Adnan, dkk, HUKUM KEWARISAN ISLAM, KEADILAN, DAN METODE
PRAKTIS PENYELESAIANNYA, (Yogyakarta: Pustaka Biru, 2011)
-
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Mahram
-
https://umma.id/post/pengertian-mahram-dalam-islam-secara-bahasa-dan-istilah-759428?lang=id
[1] https://id.m.wikipedia.org/wiki/Mahram,
Diakses pada Jum’at, 18 September 2020 pukul 20:11
[2] https://umma.id/post/pengertian-mahram-dalam-islam-secara-bahasa-dan-istilah-759428?lang=id,
Diakses pada 18 September 2020 pukul 20:41
[3] Sayyid Sayyid, FIQIH SUNNAH, (Bandung
: Alma’arif, 1997) Hal. 93-100
[4] Syekh Muhammad Yusuf Qardhawi, HALAL & HARAM DALAM ISLAM,
(Surabaya :PT Bina Ilmu, 2007) Hal. 249-258
[5] Adnan Qohar, dkk, HUKUM
KEWARISAN ISLAM, KEADILAN, DAN METODE PRAKTIS PENYELESAIANNYA, (Yogyakarta:
Pustaka Biru, 2011), hal.142
[6] Syekh Muhammad Yusuf Qardhawi, HALAL & HARAM DALAM ISLAM,
(Surabaya :PT Bina Ilmu, 2007) Hal. 249-258
[7]Sayyid Sayyid, FIQIH SUNNAH, (Bandung
: Alma’arif, 1997) Hal. 110-116
Tidak ada komentar: