Makalah Al-Amr wa Nahyi
MAKALAH
Al-Amr Wa Nahyi
Mata Kuliah: Ushul Fiqh
Dosen Pengampu: H.Sahibul Ardi bin Amir Hasan, SHI, MA
Dosen Pengajar: Noor Efendy, S.H.I., M.H.
Disusun oleh:
Yulia Qamariyati (2019110729)
Saidah (2019110736)
PRODI HUKUM KELUARGA ISLAM
FAKULTAS SYARIAH
Sekolah Tinggi Agama Islam
Darul Ulum Kandangan
2020
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Al-Amr Wa Nahyi
B. Hukum-hukum yang ditunjukkan Al-Amr wa Nahyi
C. Bentuk-bentuk Amr dan hakikatnya
D. Hubungan timbal balik antara Amr dan Nahyi
E. Fungsi dan Aplikasi Amr Wa Nahyi
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ushul Fiqh merupakan mata ajaran pokok dalam ilmu pengetahuan agama Islam yang sangat penting bagi para mahasiswa yang ingin mengetahui hukum dari dalil-dalil Syari’, terutama untuk mengetahui hukum-hukum dari peristiwa atau hal baru yang tidak terjadi pada masa Rasulullah SAW. karena zaman selalu berkembang, sedangkan Al-Qur’an dan Hadits karena memang tidak akan ada penambahan dan perubahan karena memang segalanya sudah tercakup di dalam Al-Qur’an.
Banyak para ulama atau tokoh-tokoh agama Islam yang berijtihad bersama dalam memecahkan banyaknya permasalahan, sehingga mempengaruhi kemantapan hati umat Islam dalam beribadah kepada Allah Swt. Para ulama dalam berijtihad tidak hanya menggunakan akal pikir semata namun pemikiran itu dilandaskan kepada Al-Qur’an dan Hadits.
Kemudian halnya, hasil ijtihad para ulama ditetapkan sebagai hukum syara’ yang disesuaikan dengan berbagai sebab dan keadaannya. Seiring berbagai macam persoalan zaman yang semakin berkembang. Begitupun juga terkait dalil-dalil antara perintah dan larangan, maka dalam makalah ini tentang Amr (perintah) dan Nahyi (larangan).
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Al-Amr Wa Nahyi ?
2. Apa saja hukum-hukum yang ditunjukkan Al-Amr wa Nahyi ?
3. Apa saja bentuk-bentuk Amr dan hakikatnya ?
4. Bagaimana hubungan timbal balik antara Amr dan Nahyi ?
5. Apa Fungsi dan aplikasi Amr Wa Nahyi ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian Al-Amr Wa Nahyi.
2. Untuk mengetahui hukum-hukum yang ditunjukkan Al-Amr wa Nahyi.
3. Untuk mengetahui bentuk-bentuk Amr dan hakikatnya.
4. Untuk mengetahui hubungan timbal balik antara Amr dan Nahyi.
5. Untuk mengetahui fungsi dan aplikasi Amr Wa Nahyi.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Al-Amr Wa Nahyi
1. Pengertian Al-Amr
Al-Amr menurut bahasa adalah perintah kebalikan dari larangan yang berarti tuntutan. Sedang kan menurut Istilah mereka memberitahukan dengan berdasarkan perkataannya yaitu memulai pekerjaan dengan perkataan pada bentuk yang paling tinggi atau dari atas ke bawah.
Adapun beberapa pendapat para ulama ushul dalam mendefinisikan Amr, yaitu:
a. Mu’tazilah mensyaratkan kedudukan pihak yang menyuruh harus lebih tinggi dari pihak yang di suruh.
b. Qadhi Abu Husein tidak mensyaratkan kedudukan yang menyuruh harus lebih tinggi, tetapi mensyaratkan ketika menyuruh dalam aksen ucapan yang meninggi atau isti’la dengan menggunakan suara yang lebih keras.
c. Qadhi Abu Bakar dan Imam Haramain mendifinisakan Amr adalah suatu ucapan yang menuntut kepatuhan dari yang disuruh untuk mengerjakan suatau perbuatan yang disuruhnya.
2. Pengertian Nahyi
Nahyi artinya larangan. Menurut istilah hukum Islam, Nahyi ialah tuntutan untuk meninggalkan perbuatan dari prang yang lebih tinggi tingkatannya kepada orang yang lebih rendah tingkatannya.
Larangan ada dua jenis, yaitu larangan yang mutlak dan larangan yang muqayyad . Larangan yang mutlak berlaku selamanya, sedangkan yang muqayyad bersifat temporer. Dalam Kaidah ushul fiqh ditegaskan sebagai berikut:
“Asal dari larangan yang mutlak menghendaki ditinggalkannya perbuatan (yang dilarang) untuk selamanya.”
Misal, Allah melarang orang membunuh dalam surat Al-Isra ayat 33.
Demikian pula, larangan berzina yang terdapat dalam surat Al-Isra ayat 32.
Menurut ulama ushul, definisi nahyi adalah kebalikan dari amr, yakni lafazh yang menunjukkan tuntutan untuk meninggalkan sesuatu (tuntutan yang mesti di kerjakan) dari atasan kepada bawahan.
B. Hukum-hukum yang ditunjukkan Al-Amr wa Nahyi
1. Hukum-hukum yang ditunjukkan Al-Amr
a. Menunjukkan hukum wajib seperti perintah untuk sholat. Contohnya terdapat pada dalil dalam Q.S Thaha (20): 132
وَٲْمُرْآهْلْكٓ بِالصَّلٰوةِ
Ucapkanlah kepada keluargamu, “Sholatlah kamu”.
Sebagai Anjuran seperti perintah melaksanakan sholat tahajud. Bukan perintah wajib jika dimaksudkan bagi seluruh umat Islam, tetapi Sunah. Contohnya dalam Q.S Al-Muzzammil ayat 1-4.
b. Perintah bermakna do’a dalam Q.S Al-baqarah ayat 201
الْاٰخِرَةِحَسَنَةًوَقِنَاعَذَاب النَّار وَمِنْهُمْ مَنْ يَقُوْلُ رَبَّنَآاٰتِنَافِى الدُّنْيَاحَسَنَهً وَفِى
“Dan di antara mereka ada orang yang berdoa, ‘Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka,”
c. Untuk Melemahkan (ta’jiz) Q.S Al-Baqarah ayat 23
وَاِنْ كُنْتُمْ فِي رَيْبٍ مِمَّانَزَّلْنَاعَلَى عَبْدِنَافَأْتُوْابِسُوْرَةٍ مِنْ مِثْلِه
Jika kalian meragukan apa yang diturunkan kepada hamba Kami, maka datanglah satu surat yang menyamainya.
2. Hukum yang ditunjukkan Nahyi
a. Menunjukkan hukum haram.
Q.S Al-maidah ayat 3 dan Q.S Al-An’am ayat 151
حُرِّمَت عَيْكُمُ الْمَيْتَةُوَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيْرِوَمَااُهِلَّ لِغَيْرِاللّٰهِ بِهٖ
Artinya: “Diharmkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah” (Q.S Al-Maidah; 3)
قُلْ لآَاجِدُفِيْ مَآاُوْحِيَ اِلَيَّ مُحَرَّمًاعَلٰى طَاعِمٍ يَطْعَمُهٗ اِلَّااَنْ يَكُوْنَ مَيْتَةً اَوْدَمًامَسْفُوْحًااَوْلَحْمَ خِنْزِيْرٍ
Artinya: “Katakanlah, Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi.”
b. Larangan terhadap sesuatu berarti perintah akan kebalikannya.
Misal pada kalimat “Janganlah kamu mempersekutukan Allah”
c. Larangan bermakna fasad (rusak) secara mutlak
Rasulullah saw. besabda “ setiap perkara yang tidak
ada perintah kami, maka ia tertolak”
C. Bentuk-bentuk Amr dan Hakikatnya
Para ulama ushul telah menyepakati bahwa bentuk amr ini digunakan untuk berbagai macam arti. Al-Amidi menyebutkan sebanyak 15 macam makna. Sedangkan Al-Mahalli dalam syarah jamu’ Al-Jawami menyebutkan sebanyak 26 makna. Demikian pula mereka sepakat bahwa bentuk amr secara hakikat digunakan untuk thalab (tuntutan). Namun, mereka berbeda pendapat mengenai thalab ini. Apakah dengan sendirinya menunjukkan wajib ataukah diperlukan adanya qarinah.
Menurut jumhur ulama, amr itu secara hakikat menunjukkan wajib dan tidak bisa berpaling pada arti lain, kecuali bila ada qarinah. Pendapat ini dipegang oleh Al-Amidi, Asy-Syafi’I, para fuqaha, kaum mutakallimin, seperti Al-Husen Al Basari, dan Al-Juba.
Golongan kedua, yaitu madzhab Abu Hasyim dan sekelompok ulama mutakallimin dari kalangan Mu’tazilah menyatakan bahwa hakikat amr itu adalah wajib.
Golongan ketiga berpendapat bahwa amr itu musytarak antara wajib dan nadh, pendapat ini dipengaruhi oleh Abu Mansur Al-Maturidi.
Golongan ke empat, Qadi Abu Bakar, Al-Ghazali, menyatakan bahwa amr itu maknanya bergantung pada dalil yang menunjukkan maksudnya.
D. Hubungan timbal balik antara Amar dan Nahyi
Amr tentang sesuatu berarti tuntutan mengerjakan sesuatu itu. Sedangkan nahyi atas sesuatu berarti tuntutan menjauhu sesuatu itu. Bila suatu perbuatan disuruh untuk dikerjakan apakah berarti sama dengan kebalikannya berupa larangan untuk meninggalkan perbuatan tersebut. Atau dengan kata lain, apakah amr tentang sesuatu sama dengan nahyi terhadap lawan sesuatu itu.
1. Segolongan ulama, diantaranya ulama Hanbali, berpendapat bahwa bila datang larangan megerjakan satu perbuatan dan ia hanya mempunyai satu lawan kata, berarti disuruh melakukan lawan kata itu dari segi artinya. Umpamnya, dilarangan bergerak berarti disuruh untuk diam. Bila lawan kata dari yang dilarang itu banyak berarti disusuruh melakukan salah satu dari lawan katanya. Umpamanya dilarang berdiri berarti disuruh duduk atau perbuatan lain yang berlawanan dengan berdiri. Mereka mengemukakan alasan bahwa bila dilarang melakukan suatu berarti wajib meninggalkannya dan tidak mungkin meninggalkannya kecuali dengan cara melakukan salah satu diantara lawan-lawan kata tersebut. Dengan demikian, larangan berbuat sesuatu mengandung arti untuk meninggalkan salah satu diantara lawannya. Hal itu berarti kewajiban melakukan lawan kata tersebut.
2. Kebanyakan ulama, diantaranya Imam Haramain, al-Ghazali, al-Nawawi, al-Jujani dan lainnya berpendapat bawa amar nafsi (tentang sesuatu yang tertentu), baik hukumnya wajib atau nadb bukalah berarti larangan mengerjakan lawan sesuatu itu dan juga tidak merupakan kelaziman bagi lawanya baik larangan itu menghasilkan hukum haram atau karahah baik lawan kata itu satu atau lebih dari satu. Alasan ulama ini ialah sebagai berikut:
a. Pada waktu menghadapi tuntutan meningalkan sesuatu tidak terlintas dalam pikiran untuk melakukan lawan-lawan kata sesuatu tersebut. Begitupun pula sebaliknya bila disuruh mengerjakan sesuatu tidak terlintas dalam pikiran untuk meninggalkan lawan-lawan kata tersebut.
b. Seandainya disuruh melakukan sesuatu berarti dilarang mengerjakan lawan sesuatu itu,
tentu tidak akan mungkin dikerjakan tanpa mengetahui lawan dari sesuatu tersebut dan meninggalkannya, karena lawan dari sesuatu itulah yang yang menjadi tuntutan nahi. Hal yang demikian, tidak benar karena bahwa tuntutan itu tetap harus dipenuhi meskipun kita tidak mengetahui lawan katanya. Dengan demikian, tidaklah benar pandangan bahwa amar tentang sesuatu adalah nahi terhadap lawannya. Demikian pula sebaliknya.
Bila diperhatikan perbedaan pendapat diatas, terlihat bahwa beda pendapat ini hanya semata beda menurut lahirnya. Sedangkan menurut kenyataannya tidaklah berbeda, karena ulama yang mengatakan bahwa amr atas sesuatu bahwa bila ia disuruh untuk “bergerak”, umpamanya, ia akan tahu bahwa ”bergerak” itu yaitu “diam”. Dengan demikian, ia juga akan setuju bahwa dalam keadaan demikian, maka supay suruhan untuk “bergerak” itu terlaksana, harus meninggalkan ”diam”.
Untuk menengahi dua pendapat yang kelihatannya berbeda tersebut, Muhammad Khudari Beik menyatakan bahwa untuk suatu perbuatan yang disuruh terdapat beberapa lawan kata yang menyalahi perbuatan yan disuruh itu dan tidak mungkin keduanya dipertemukan.
Demikian pula bagi suatu perbuatan yang dilarang terdapat lawan katanya dan tidak mungkin menghentikan yang dilarang itu tanpa mengerjakan salah satu atau semua lawan katanya. Jelaslah bahwa untuk melakukan suatu suruhan mengharuskan menghentikan semua lawanya kalau tidak demikian tentu tidak akan terlaksana suruhan ini. Meninggalkan suatu perbuatan yang dilarang mengharuskan melakukan salah satu diantara lawannya kalau tidak begitu tentu tidak akan jelas bentuk larangan itu. Hal ini adalah sesuatu yang diterima semua pihak tanpa memerlukan argumentasi.
E. Fungsi dan Aplikasi Amr Wa Nahyi
1. Lafal الامر
Mengenai lafal ini ulama ushul fiqh berbeds pendapat tentang kandungan yang dikehendaki lafal tersebut apakah untuk suatu kewajiban atau untuk satu anjuran saja. Dalam pengertian bahasa menurut Al-Butu, lafal الامر mengandung beberapa pengertian yaitu: kewajiban, anjuran, kebolehan, petunjuk, dan do’a.
2. Lafal النهي
Nahyi adalah salah satu bentuk perintah yang mengacu pada larangan untuk berbuat.
Ibnu as- Subki ahli ushul fiqh yang bermazhab Syafi’I dan sebagian ulama mazhab Maliki yang mengatakan bahwa tuntutan untuk berbuat itu tidak harus dating dari atas atau yang lebih tinggi posisinya dari yang dilarang. Ada tujuh pengertian yang dapat ditunjukkan sebagai ungkapan Nahyi, yaitu: mengharamkan,membenci,doa,melecehkan atau menghina, penjelaan hukum,bimbingan,dan membuat putus asa.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Amar adalah perintah atau suatu lafazh yang dipergunakan oleh orang yang lebih tinggi derajatnya agar melakukan suatu perbuatan. Adapun istilah Nahyi artinya larangan atau tuntutan untuk meninggalkan perbuatan dari orang yang lebih tinggi tingkatannya kepada orang yang lebih rendah tingkatannya. Kedua antonym ini mempunyai tuntutan yang sama, Amr adalah tuntutan yang wajib diaksanakan sedangkan Nahyi adalah kewajiban untuk meninggalkan sesuatu. Hukum-hukum yang ditunjukkan Al-Amr yaitu seperti hal menunjukkan hukum wajib seperti perintah untuk sholat dan Perintah bermakna do’a. Sedangkan hukum yang ditujukkan oleh Nahyi yaitu Menunjukkan hukum haram dan larangan terhadap sesuatu berarti perintah akan kebalikannya.
Adapun Fungsi dan Aplikasi Amr Wa Nahyi yaitu , Lafal الامر
Mengenai lafal ini ulama ushul fiqh berbeds pendapat tentang kandungan yang dikehendaki lafal tersebut apakah untuk suatu kewajiban atau untuk satu anjuran saja sedangkan pada Lafal النهي
Nahyi adalah salah satu bentuk perintah yang mengacu pada larangan untuk berbuat.
DAFTAR PUSTAKA
Syarifuddin, Amir. Ushul Fiqh. Jakarta: Fajat Interpratama Offset. 2008
Syafe’I, Rachmat. Ilmu Ushul Fiqih. Bandung: PUSTAKA SETIA
Saebani, Beni Ahmad. Ilmu Ushul Fiqh. Bandung: CV Pustaka Setia. 2009
https://titikba.wordpress.com/2010/11/08/amar-dan-nahi/(diakses tanggal 06 Maret 2020 pukul 14.15 Wita)
file:///C:/Users/user/Downloads/203-356-1-SM%20kaidah%20Aal%20Amr%20wa%20Nahyi.pdf (diakses tanggal 04 Maret 2020 pukul 21.35 Wita)
Tidak ada komentar: