Makalah Ta'arudh Al-Adillah

MAKALAH TENTANG TA’ARUDH AL-ADILLAH DAN PENERAPANNYA

Mata Kuliah : Ushul Fiqh
Dosen Pengampu : Sahibul Ardi bin Amir Hasan, SHI, MA
Dosen Pengajar : Noor Efendy, SHI, MA
 
Dibuat oleh : 
Putri (2019110759)
Khalidah Mardha (2019110763)

PRODI HUKUM KELUARGA ISLAM (AHWAL AL-SYAKHSHIYAH)
FAKULTAS SYARIAH

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
DARUL ULUM KANDANGAN
2020 M

 
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah 
Hukum fiqih mempunyai lapangan yang luas, meliputi berbagai peraturan dalam kehidupan yang menyangkut hubungan manusia dengan Khaliqnya dan hubungan manusia dengan sesama manusia dan sesama makhluk. Yang dalam pelaksanaannya juga berkaitan dengan situasi/keadaan tertentu, maka mengetahui landasan hukum yang menjadi pedoman berpikir dalam menentukan hukum tersebut sangatlah penting.
Ta’arudh al-adillah adalah suatu istilah yang dijumpai dalam Ilmu Ushul Fiqh. Secara etimologi ta’arudh yaitu saling bertentangan atau pertentangan antara dua perkara. Adapun Ta’arudh al-adillah menurut kajian ilmu Ushul Fiqh adalah Berhadap-hadapan dua dalil dengan cara yang saling bertentangan. Sebenarnya, tidak ada dalil nash yang saling bertentangan, adanya pertentangan dalil syara’ itu hanya menurut pandangan mujtahid, bukan pada hakikatnya. Dalam kerangka pikir inilah, maka ta’arudh mungkin terjadi pada dalil-dalil yang qath’I maupun zanni.
Dalam keberangsuran turunnya wahyu ditemukan adanya dalil-dalil yang terkesan bertentangan antara yang satu dengan yang lainnya (ta’arudh al-adillah). Hal ini sering dijadikan sebagai senjata oleh pihak-pihak yang ingin menyesatkan umat Islam. Misalnya dengan menganggap perbedaan pendapat (penyimpangan pendapat) sebagai hal yang juga ditemukan dalam tasyri’ hukum Islam. Untuk itu, kita harus mengetahui bagaimana melihat konteks yang bertentangan tersebut.
Hal inilah yang mendorong penulis tertarik untuk membuat makalah yang berjudul “Ta’arudh al-adillah”. Selain itu, makalah ini ditulis juga di latar belakangi untuk memenuhi tugas Ushul Fiqh di mana penulis ditunjuk untuk menyajikan makalah dengan judul tersebut.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Ta’arudh Al-Adillah?
2. Apa saja Macam-macam Ta’arudh Al-Adillah?
3. Bagaimana Cara Penyelesaian Ta’arudh Al-Adillah Menurut Para Ulama?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk Mengetahui Ta’arudh Al-Adillah.
2. Untuk Mengetahui Macam-macam Ta’arudh Al-Adillah.
3. Untuk Mengetahui Cara Penyelesaian Ta’arudh Al-Adillah Menurut Para Ulama.



BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Ta’arudh Al-Adillah
Dilihat dari asal katanya, ta’arudh berasal dari kata ‘aradha.  Secara etimologi ta’arudh adalah pertentangan. Sedangkan adilah adalah jamak dari dalil yang berarti alasan, argumen dan dalil. 
Ta’arudh Al-‘Adillah adalah pertentangan antara beberapa dalil tentang suatu masalah tertentu, misalnya dalil yang satu menyatakan bahwa perbuatan tersebut wajib dilakukan, sedangkan dalil lainnya menetapkan sunnah.  
Secara terminologi adalah :
a. Imam al-Syaukani adalah suatu dalil yang menentukan hukum tertentu terhadap suatu persoalan sedangkan dalil lain menentukan hukum yang berbeda dengan itu.
b. Kamal ibn al-Humam dan al-Tafhazani adalah pertentangan dua dalil yang tidak mungkin dilakukan kompromi antara keduanya. 
c. Ali Hasaballah adalah terjadinya pertentangan hukum  yang dikandung suatu dalil dengan hukum yang dikandung dalil lainnya, yang kedua dalil tersebut berada dalam satu derajat. 

B. Macam-macam Ta’arudh Al-Adillah
a. Pertentangan Al-Qur’an dengan Al-Qur’an
Misalnya firman Allah Q.S. Al-Maidah : 3
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ ٱلْمَيْتَةُ وَٱلدَّمُ وَلَحْمُ ٱلْخِنزِيرِ وَمَآ أُهِلَّ لِغَيْرِ ٱللَّهِ بِهِۦ وَٱلْمُنْخَنِقَةُ وَٱلْمَوْقُوذَةُ وَٱلْمُتَرَدِّيَةُ وَٱلنَّطِيحَةُ وَمَآ أَكَلَ ٱلسَّبُعُ إِلَّا مَا ذَكَّيْتُمْ وَمَا ذُبِحَ عَلَى ٱلنُّصُبِ وَأَن تَسْتَقْسِمُوا۟ بِٱلْأَزْلَٰمِ ۚ ذَٰلِكُمْ فِسْقٌ ۗ ٱلْيَوْمَ يَئِسَ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ مِن دِينِكُمْ فَلَا تَخْشَوْهُمْ وَٱخْشَوْنِ ۚ ٱلْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِى وَرَضِيتُ لَكُمُ ٱلْإِسْلَٰمَ دِينًا ۚ فَمَنِ ٱضْطُرَّ فِى مَخْمَصَةٍ غَيْرَ مُتَجَانِفٍ لِّإِثْمٍ ۙ فَإِنَّ ٱللَّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
Artinya: “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, dan (daging) hewan yang disembelih bukan atas (nama) Allah, tercekik, yang pukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu sembelih. Dan (diharamkan pula) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan pula) mengundi nasib dengan azlam (anak panah) (karena) itu suatu perbuatan fasik. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridhai Islam agamamu. Tetapi barang siapa terpaksa karena lapar bukan karena ingin berbuat dosa, maka sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. (Q.S. Al-Maidah : 3)
Ayat ini menyatakan bahwa darah itu haram (dimakan). Ketentuan hukum ini masih umum, bahwa semua darah diharamkan.
Dalam Q.S. Al-An’am : 145 :
قُل لَّآ أَجِدُ فِى مَآ أُوحِىَ إِلَىَّ مُحَرَّمًا عَلَىٰ طَاعِمٍ يَطْعَمُهُۥٓ إِلَّآ أَن يَكُونَ مَيْتَةً أَوْ دَمًا مَّسْفُوحًا أَوْ لَحْمَ خِنزِيرٍ فَإِنَّهُۥ رِجْسٌ أَوْ فِسْقًا أُهِلَّ لِغَيْرِ ٱللَّهِ بِهِۦ ۚ فَمَنِ ٱضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ فَإِنَّ رَبَّكَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
Artinya: “Katakanlah: “Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan memakannya bagi yang ingin memakannya, kecuali daging hewan yang mati (bangkai), darah yang mengalir, daging babi, karena semua itu kotor atau hewan yang disembelih bukan atas (nama) Allah. Tetapi barang siapa terpaksa bukan karena menginginkan dan tidak melebihi (batas darurat) maka sungguh, Tuhanmu Maha Pengampun, Maha Penyayang. (Q.S. Al-An’am : 145)

b. Ta'arud antara Al Qur'an dengan Sunnah
Firman Allah SWT. Dalam Q.S. An-Nisa (4) :11
Artinya : “Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu : bahagian seorang anak laki-laki sama dengan bahagian dua anak perempuan...” (Q.S. An-Nisa (4) : 11)

c. Ta'arudh antara Sunnah dengan Sunnah
Rasulullah SAW. bersabda :      
Artinya : “ Tidak ada riba kecuali nasi'ah (riba yang muncul dari utang piutang)”. (HR.Bukhari dan Muslim)
          Hadist ini meniadakan bentuk riba selain riba nasi'ah, yaitu rina yang berawal dari pinjam meminjam uang. Dengan demikian riba al-fadl (riba yang muncul akibat transaksi, jual beli dan transaksi lainnya) tidaklah haram. Namun dalam hadis lain Rasulullah SAW. Bersabda “Jangan kamu jual emas dengan emas kecuali dalam jumlah yang sama” (HR. Bukhari dan Muslim). Hadist ini mengandung hukum bahwa riba al-fadl diharamkan.

d. Ta'arudh Sunnah dengan Qiyas
Misalnya hadist yang menyatakan ketidakbolehan jual beli unta atau kambing perah yang diikat putingnya agar kelihatan besar, sedang jika dibeli dan diperah air susunya terbukti sedikit (adanya gharar/penipuan). Sedang contoh ta'arudh antara sunnah dengan qiyas bahwa aqiqah untuk laki-laki lebih besar daripada aqiqah anak perempuan, dalam hadis dinyatakan untuk laki-laki 2 ekor kambing dan satu kambing untuk perempuan. Jika dianalogikan (qiyas) 2 ekor kambing sama dengan satu ekor sapi.

e. Ta'arudh antara Qiyas dengan Qiyas
Misalnya perkawinan Nabi SAW. dengan Aisyah ketika ia berusia 6 tahun dan mengumpulinya usia 9 tahun (HR. Muslim dari Aisyah). Sedang bagi Syafi'iyah menganggap karena bikr (kegadisannya). Jadi kalau ia telah sayyib (janda) sekalipun masih belum dewasa, orangtua tidak mempunyai hak ijbar (paksa). 

C. Cara Penyelesaian Ta’arudh Al-Adillah Menurut Para Ulama 
a. Menurut Hanafiyah 
Para ulama Hanafiyah dan Hanabilah berpendapat bahwa metode yang harus digunakan dalam menyelesaikan antara dua dalil yang bertentangan adalah sebagai berikut :
1. Nasakh 
Nasakh adalah membatalkan dalil yang sudah ada dengan didasarkan pada dalil yang datang kemudian yang mengandung hukum yang berbeda. Seorang mujtahid harus melacak sejarah kedua dalil tersebut dan kemudian. Misalnya, tentang iddah wanita hamil, yakni antara surat At-Thalaq ayat (65) : 4(arabnya), yang menyatakan bahwa iddah wanita hamil sampai melahirkan, dengan surat Al-Baqarah ayat 234(arabnya), yang menyatakan bahwa iddah kematian suami 4 bulan sepuluh hari.

2. Tarjih 
Tarjih adalah menguatkan salah satu dalil dari dua dalil yang bertentanagan berdasarkan beberapa indikasi yang mendukung ketetapan tersebut. Apabila dua dalil yang bertentangan sulit untuk dilacak sejarahnya, maka bisa menggunakan tarjih dengan menggunakan alasan-alasan yang mendukung dalil tersebut. Untuk melakukan tarjih, dapat dilihat dari tiga sisi : 
a. Petunjuk terhadap kandungan lafazh suatu nash.
b. Dari segi yang dikandungnya.
c. Dari segi keadilan periwayatan suatu hadis.
3. Al-Jam’ Wa At-Taufiq 
Yaitu mengompromikan dalil-dali yang bertentangan setelah mengumpulkan keduanya, berdasarkan kaidah, “ Mengamalkan kedua dalil lebih baik daripada meninggalkan natau mengabaikan dalil yang lain.
4. Tasaqut Ad-Dalilain
Tasaqut Ad-Dalilain adalah menggugurkan kedua dalil yang bertentanngan dan mencari yang lebih rendah. Hal ini ditempuh apabila tidak bisa menggunakan ketiga cara di atas. Misalnya ada pertentangan antara dua ayat, sedangkan ketiga cara di atas tidak bisa dipakai, maka langkah yang harus ditempuh adalah mengambil keterangan yang lebih rendah dari Al-Qur’an , yaitu Sunah. Apabila masih tetap bertentangan, maka diambil metode qiyas (analogi).

b. Menurut Syafi’iyah, Malikiyah, dan Zhahiriyah
1. Jamu’ wa al-Taufiq
Menurut Syafi’iyah, Malikiyah, dan Zhahiriyah, cara pertama untuk menyelesaikan dua dalil yang bertentangan adalah dengan mengkompromikan kedua dalil tersebut. Alasan mereka adalah kaidah menyatakan, “Mengamalkan kedua dalil lebih baik daripada meninggalkan atau mengabaikan dalil yang lain”. Cara yang digunakan untuk mengkompromikan kedua dalil tersebut menurut merteka ada tiga :
a. Membagi kedua hukum yang bertentangan.
b. Memilih suatu salah satu hukum.
c. Mengambil dalil yang lebih khusus.
2. Tarjih 
Apabila cara pertama tidak bisa digunakan, maka menggunakan tarjih, yakni menguatkan salah satu dalil.
3. Nasakh
Apabila cara kedua (tarjih) tidak bisa digunakan maka dapat menggunakan cara ketiga (nasakh) yakni membatalkan salah satu hukum yang dikandung dalam kedua dalil tersebut dengan syarat harus diketahui dahulu, mana dalil yang pertama dan mana dalil yang datang kemudian.
4. Tatsaqut al-dalilain 
Cara keempat yang harus ditempuh oleh seorang mujtahid apabila cara pertama, kedua, dan ketiga tidak bisa ditempuh, menurut golongan ini adalah Tatsaqut ad-dalilain, yakni meninggalkan kedua dalil tersebut dan berijtihad dengan dalil yang kualitasnya lebih rendah. Keempat cara di atas harus ditempuh secara berurutan. 

Tawaquf, artinya tidak melakukan pemecahan masalah dengan tiga hal di atas. Tawaquf merupakan alternatif terakhir. Permasalahan yang bertentangan dinyatakan sebagai status quo, menunggu ditemukannya keterangan lain atau informasi yang lebih akurat mengenai masalah yang bersangkutan.  



BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
`Ta’arudh Al-‘Adillah adalah pertentangan antara beberapa dalil tentang suatu masalah tertentu, misalnya dalil yang satu menyatakan bahwa perbuatan tersebut wajib dilakukan, sedangkan dalil lainnya menetapkan sunnah. 
Macam-macam Ta’arudh Al-Adillah
a. Pertentangan Al-Qur’an dengan Al-Qur’an
b. Ta'arud antara Al Qur'an dengan Sunnah
c. Ta'arudh antara Sunnah dengan Sunnah
d. Ta'arudh Sunnah dengan Qiyas
e. Ta'arudh antara Qiyas dengan Qiyas

Cara Penyelesaian Ta’arudh Al-Adillah Menurut Para Ulama 
a. Menurut Hanafiyah 
Nasakh 
Nasakh adalah membatalkan dalil yang sudah ada dengan didasarkan pada dalil yang datang kemudian yang mengandung hukum yang berbeda.
Tarjih 
Tarjih adalah menguatkan salah satu dalil dari dua dalil yang bertentanagan berdasarkan beberapa indikasi yang mendukung ketetapan tersebut
Al-Jam’ Wa At-Taufiq 
Yaitu mengompromikan dalil-dali yang bertentangan setelah mengumpulkan keduanya

Tasaqut Al-dalilain
Tasaqut Ad-Dalilain adalah menggugurkan kedua dalil yang bertentanngan dan mencari yang lebih rendah.
b. Menurut Syafi’iyah, Malikiyah, dan Zhahiriyah
Jamu’ wa al-Taufiq
Tarjih 
Nasakh
Tasaqut Ad-Dalilain
Tawaquf

B. Saran
Demikian makalah yang kami buat, kami sadar bahwa makalah kami tidak sempurna, kami berharap agar pembaca dapat memberikan kritik dan saran pada makalah kami. Semoga bermanfaat.



DAFTAR PUSTAKA

http://kisahgadihrantau.blogspot.com/2017/05/makalah-ushul-fiqh-taarudh-al-adillah.html. Diakses tanggal 7 Maret 2020 jam 10:00.
https://ejurnal.iiq.ac.id. Diakses tanggal 7 Maret jam 12:16
Bakry, Nazar. Fiqh & Ushul Fiqh. Jakarta. PT RajaGrafindo. 2003
Saebani, Beni Ahmad. Ilmu Ushul Fiqh. Bandung. CV Pustaka Setia. 2009
Syafe’i, Rachmat. Ilmu Ushul Fiqh. Bandung. CV Pustaka Setia. 2015






















Tidak ada komentar:

Prospek Hukum Perdata Islam di Indonesia

 MAKALAH “Prospek Hukum Perdata Islam di Indonesia ” Mata Kuliah: Hukum Perdata Islam di Indonesia B  Dosen Pengajar : Noor Efendy, SHI, MH ...

Diberdayakan oleh Blogger.