Iddah dan Ihdad

IDDAH DAN IHDAD

Fikih Munakahat B

Noor Efendy, SHI, MH

 

Oleh :

Mariani (2019110708)

Muhammad Firdaus (2019110712)


PRODI HUKUM KELUARGA ISLAM

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM

DARUL ULUM KANDANGAN 

TAHUN 2021 M / 1442


BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Di dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 1 yang berbunyi: “Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Manakala setelah perkawinan di dalam perjalanan perkawinan itu ternyata tidak berjalan dengan mulus dan terdapat berbagai halangan dan rintangan yang mengakibatkan tujuan perkawinan itu tidak bisa dicapai dan sebagai puncaknya terjadilah perceraian. Akibat dari adanya perceraian inilah yang menyebabkan adanya kewajiban bagi seorang perempuan untuk “beriddah” atau dalam istilah lain disebut “masa tunggu”. dan "berihdad" yaitu masa berkabung bagi seorang istri yang ditinggal mati suaminya. Yang mana semuanya telah diatur secara Hukum Agama maupun di dalam Hukum Kompilasi Islam (KHI).

B. Rumusan Masalah

1. Apa  Pengertian Iddah dan Ihdad?

2. Apa Macam-Macam Iddah?

3. Apa Kedudukan Hukum Iddah dan Ihdad?

4. Apa Hikmah Iddah dan Ihdad?

C. Tujuan 

1. Mengetahui Pengertian Iddah dan Ihdad

2. Mengetahui Macam-Macam Iddah

3. Mengetahui Kedudukan Hukum Iddah dan Ihdad

4. Mengetahui Hikmah Iddah dan Ihdad



BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Iddah dan Ihdad

1. Pengertian Iddah

Sebagai konsekuensi putusnya pernikahan, maka seorang wanita harus menjalani masa ‘iddah. Secara bahasa, ‘iddah berarti bilangan atau hitungan.

Secara istilah, ‘iddah adalah masa seorang wanita menunggu untuk mengetahui kosongnya rahim, di mana pengetahuan ini diperoleh dengan kelahiran, atau dengan hitungan bulan atau dengan perhitungan quru’ (suci/haid). 

Dalam difinisi Sayid Sabiq, iddah adalah istilah untuk waktu tertentu dimana seorang wanita menunggu dan tidak boleh menikah pasca wafatnya suaminya atau pasca terjadinya perceraian. Berdasarkan difinisi diatas, dapat dipahami bahwa masa iddah harus dijalani wanita yang berpisah dari suaminya, baik karena kematian atau karena bercerai. Oleh sebab itu, masa iddah tidak berlaku bagi laki-laki dimana ia bisa langsung menikah lagi pasca berpisah dari istrinya, baik karena bercerai ataupun karena ditinggal mati. 

Jadi, iddah adalah masa menanti yang diwajibkan atas perempuan yang diceraikan suaminya (cerai hidup atau cerai mati), gunanya supaya diketahui kandungannya berisi atau tidak. 

2. Pengertian Ihdad

Ihdad atau juga disebut dengan hidad menurut bahasa berarti larangan. Sedangkan menurut istilah syara’, ihdad adalah meninggalkan memakai pakaian yang dicelup warna yang dimaksudkan untuk perhiasan, atau menahan diri dari bersolek/berhias pada badan. 

Abdul Mujieb menjelaskan dengan gamblang bahwa ihdad adalah masa berkabung bagi seorang istri yang ditinggal mati suaminya. Masa tersebut adalah empat bulan speuluh hari disertai dengan larangan-larangannya, yaitu: bercelak mata, berhias diri dan keluar rumah kecuali dalam keadaan terpaksa. 

Jika dilihat arti kata berhias dalam KBBI, maka berhias itu adalah memperelok diri dengan pakaian dan sebagainya yang indah-indah atau bisa juga diartikan dengan berdandan.


B. Macam-macam Iddah

1. Iddah bagi istri yang ditalak dan menjalani iddah dalam 3 kali masa haid.

Terdapat dalam surah Al-Baqarah ayat 228:

وَٱلْمُطَلَّقَٰتُ يَتَرَبَّصْنَ بِأَنفُسِهِنَّ ثَلَٰثَةَ قُرُوٓءٍ ۚ وَلَا يَحِلُّ لَهُنَّ أَن يَكْتُمْنَ مَا خَلَقَ ٱللَّهُ فِىٓ أَرْحَامِهِنَّ إِن

كُنَّ يُؤْمِنَّ بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِ ٱلْءَاخِرِ ۚ وَبُعُولَتُهُنَّ أَحَقُّ بِرَدِّهِنَّ فِى ذَٰلِكَ إِنْ أَرَادُوٓا۟ إِصْلَٰحًا ۚ وَلَهُنَّ مِثْلُ

ٱلَّذِى عَلَيْهِنَّ بِٱلْمَعْرُوفِ ۚ وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ ۗ وَٱللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

Artinya: “Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru’. Tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. Dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) menghendaki ishlah. Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara ma’ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada istrinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.

Dalam ayat tersebut dikatakan bahwa wanita yang ditalak hendaklah menahan diri 3 kali quru’. Hal ini dimaksudkan agar tidak ada bayi dalam kandungan rahim si wanita.

2. Iddah bagi istri yang ditinggal mati suaminya

Dalam surah Al-Baqarah ayat 234:

وَٱلَّذِينَ يُتَوَفَّوْنَ مِنكُمْ وَيَذَرُونَ أَزْوَٰجًا يَتَرَبَّصْنَ بِأَنفُسِهِنَّ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَعَشْرًا ۖ فَإِذَا بَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ

فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا فَعَلْنَ فِىٓ أَنفُسِهِنَّ بِٱلْمَعْرُوفِ ۗ وَٱللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ

Artinya: “Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan istri-istri (hendaklah para istri itu) menangguhkan dirinya (ber’iddah) empat bulan sepuluh hari. Kemudian apabila telah habis ‘iddahnya, maka tiada dosa bagimu (para wali) membiarkan mereka berbuat terhadap diri mereka menurut yang patut. Allah mengetahui apa yang kamu perbuat”.

Ayat tersbut menjelaskan bahwa masa iddah tersebut selama 4 bulan 10 hari.

3. Iddah bagi istri yang sedang hamil

Mempunyai masa tunggu hingga ia melahirkan anak yang dikandungnya. Hal ini terdapat didalam surah At-Talaq ayat 4:

وَأُو۟لَٰتُ ٱلْأَحْمَالِ أَجَلُهُنَّ أَن يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ ۚ وَمَن يَتَّقِ ٱللَّهَ يَجْعَل لَّهُۥ مِنْ أَمْرِهِۦ يُسْرًا

Artinya: “Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya, dan barang siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya”.

Ayat tersebut menjelaskan ‘sedangkan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu sampai mereka melahirkan kandungannya’.

4. Iddah bagi istri yang tidak haid lagi (monopause)

Masa iddah bagi istri yang tidak haid lagi selama 3 bulan. Hal ini tertera didalam surah At-Talaq ayat 4:

وَٱلَّٰٓـِٔى يَئِسْنَ مِنَ ٱلْمَحِيضِ مِن نِّسَآئِكُمْ إِنِ ٱرْتَبْتُمْ فَعِدَّتُهُنَّ ثَلَٰثَةُ أَشْهُرٍ وَٱلَّٰٓـِٔى لَمْ يَحِضْنَ

Artinya: “Dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (monopause) di antara perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya), maka masa iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haid”.

5. Masa iddah bagi seorang istri yang belum dicampuri

Maka ia tidak memiliki masa iddah yang berlaku baginya. Hal ini diatur dalam surah Al-Ahzab ayat 49: 

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِذَا نَكَحْتُمُ ٱلْمُؤْمِنَٰتِ ثُمَّ طَلَّقْتُمُوهُنَّ مِن قَبْلِ أَن تَمَسُّوهُنَّ فَمَا لَكُمْ عَلَيْهِنَّ مِنْ

عِدَّةٍ تَعْتَدُّونَهَا ۖ فَمَتِّعُوهُنَّ وَسَرِّحُوهُنَّ سَرَاحًا جَمِيلًا

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman apabila kamu menikahi perempuan-perempuan mukmin, kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya maka tidak ada masa iddah atas mereka yang perlu kami perhitungkan”. 


C. Kedudukan hukum iddah dan ihdad

Di dalam Perundang-undangan Indonesia masa iddah lebih dikenal  dengan istilah “waktu tunggu”. Kemudian penjelasan mengenai iddah menurut fikih tampaknya tidak jauh berbeda dengan penjelasan yang diberikan oleh perundang-undangan yaitu Undang-undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974, Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 yang merupakan pelaksanaan dari Undang-undang No.1 Tahun 1974, dan Kompilasi Hukum Islam (KHI).

Perempuan yang bercerai dari suaminya dalam bentuk apapun, cerai hidup atau mati, sedang hamil atau tidak, masih berhaid atau tidak, hukumnya wajib menjalani masa iddah itu, sesuai dengan firman Allah swt. :

وَالْمُطَلَّقَاتُ يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ ثَلاثَةَ قُرُوءٍ وَلا يَحِلُّ لَهُنَّ أَنْ يَكْتُمْنَ مَا خَلَقَ اللَّهُ فِي أَرْحَامِهِنَّ                                                                                           

Artinya : Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru. Tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya.” (QS. Al-Baqarah (2): 228).

Diantara hadis nabi yang menyuruh menjalani masa iddah tersebut adalah apa yang disampaikan oleh aisyah menurut riwayat ibnu majah dengan sanad yang kuat yang artinya : “Nabi saw. Menyuruh baurairah untuk beriddah selama tiga kali haid”. Dari ijma’ para ulama juga sepakat wajibnya iddah sejak masa Rasulullah saw. Sampai sekarang. 

Di dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) pada pasal 170, Bab XIX, tentang ”MASA BERKABUNG”, sebagai berikut : 

a. Isteri yang ditinggal mati oleh suami, wajib melaksanakan masa berkabung selama masa iddah sebagai tanda turut berduka cita dan sekaligus menjaga timbulnya fitnah. 

b. Suami yang ditinggal mati oleh isterinya, melakukan masa berkabung menurut kepatutan. 


D. Hikmah Iddah dan ihdad

Adapun hikmah adanya iddah dan ihdad adalah:

1. Untuk memgetahui bersihnya rahim perempuan atau isteri tersebut dari bibit yang ditinggalkan mantan suaminya. Supaya tidak bercampur aduknya keturunan (percampuran nasab) apabila mantan isterinya kawin dengan lelaki lain.

2. Untuk memanjangkan masa rujuk, jika cerai itu talak raj'i. Dengan adanya masa yang panjang dan lama dapat memberi peluang kepada suami untuk berfikir (introspeksi diri) dan mungkin menimbulkan penyesalan terhadap perbuatannya itu sehingga ia ingin kembali kepada istrinya atau rujuk kembali.

3. Sebagai penghormatan kepada suami yang meninggal dunia.  Bagi seorang isteri yang kematian suami yang  dikasihinya sudah tentu akan meninggalkan kesan yang pahit di jiwanya,  dengan adanya iddah selama empat bulan sepuluh hari adalah merupakan suatu masa yang sesuai untuk ia bersedih, sebelum menjalani kehidupan yang baru di samping suami yang lain.  

4. Memberi alokasi waktu yang cukup untuk turut  berduka cita atau berkabung sekaligus menjaga timbulnya fitnah.

5. Untuk memelihara keharmonisan hubungan keluarga suami yang meninggal dengan pihak istri yang ditinggalkan dan keluarga besarnya. 



BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Iddah  ialah masa menanti atau menunggu yang diwajibkan atas seorang perempuan yang diceraikan oleh  suaminya (cerai hidup atau cerai mati), tujuannya, guna atau untuk mengetahui kandungan perempuan itu berisi (hamil) atau tidak, serta untuk menunaikan satu perintah dari Allah Swt. Perempuan yang bercerai dari suaminya dalam bentuk apapun, cerai hidup atau mati, sedang hamil atau tidak, masih berhaid atau tidak, hukumnya wajib menjalani masa iddah itu.

Ihdad (masa berkabung) hukumnya juga wajib yang mana telah di atur di dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) pada pasal 170 BAB XIX, tentang masa berkabung.

B. Saran

Kami tentunya menyadari bahwa makalah ini banyak sekali kesalahan dan sangat jauh dari kesempurnaan. Tentunya kami sangat mengharapkan kritik dan saran tentang pembahasan makalah kami.



DAFTAR PUSTAKA

Dr Hj. Muzammil, Iffah. FIQH MUNAKAHAT (Hukum Pernikahan dalam Islam), (Kota Tangerang: Tira Smart, 2019)

H. Rasjid, Sulaiman. FIQH ISLAM (Hukum Fiqh Lengkap), (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1994)

Al-Salusi, Ali. Mausu’ah al-Qadzaya al-Fiqhiyyah al-Mu’asharah, Juz II, Cet 7, (Maktabah Dar al-Qur’an Qatar, 2002)

Tihami dan Sahrani, Sohari. Fikih Munakahat: Kajian Fikih Lengkap, (Jakarta: Rajawali Press, 2009)

Umar Haris Sanjaya Aunur Rahim Faqih, HUKUM PERKAWINAN ISLAM DI INDONESIA, (Yogyakarta: Gama Media, 2017)

Kamal, Abu Malik. ” Fiqhus Sunnah lin-Nisa‟, Terj. Ghozi M. Dkk, (Cet I; Jakarta Pusat: Pena Pundi Aksara, 2007)

Intruksi Presiden R.I. No. 1 Tahun 1991 Kompilasi Hukum Islam (KHI) di Indonesia, Direktorat Pembinaan

Peradilan Agama, direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Departemen R.I. (Jakarta, 2000)

Prof. Dr. M. Azzam, Abdul Aziz. dan Prof. Dr. Sayyed Hawwes, Abdul Wahhab.

Ghazaly, Fikih Munakahat, (Jakarta: Kencana, 2003)


Tidak ada komentar:

Prospek Hukum Perdata Islam di Indonesia

 MAKALAH “Prospek Hukum Perdata Islam di Indonesia ” Mata Kuliah: Hukum Perdata Islam di Indonesia B  Dosen Pengajar : Noor Efendy, SHI, MH ...

Diberdayakan oleh Blogger.