Siqaq dan Fungsi Hakamain

 Fiqih Munakahat

SYIQAQ dan FUNGSI HAKAMAIN



 






OLEH:

M. Ilham Maulana Ash-Shidiq

Nor Laila Safitri




SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM

DARUL ULUM KANDANGAN

2020 M / 1442 H

 

Fiqih Munakahat

SYIQAQ dan FUNGSI HAKAMAIN


Makalah ini diajukan Kepada Program Studi Hukum Islam

STAI Darul Ulum Kandangan Untuk Memenuhi

Tugas Mata Kuliah fiqih munaqahat A




DOSEN PENGAMPU

Noor Efendy, SHI, MH




OLEH :

M. Ilham Maulana Ash-Shidiq

 (2019110739)

Nor Laila Safitri

(2019110720)




SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM

DARUL ULUM KANDANGAN

2020 M / 1442 H 


Kata Pengantar

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah STW.  Yang mana telah memberikan taufik dan hidayah-Nya kepada kita. Serta Shalawat dan salam kita curahkan kepada junjungan baginda Nabi Besar Muhammad SAW. Begitu juga kepada para sahabat, tabi’in, tabi’it-tabi’in dan ummat yang selalu mengikuti jejaknya sampai akhir zaman.

Dalam makalah ini, kami susun untuk memenuhi tugas dalam mata kuliah fiqih munaqahat A yang membahas “SYIQAQ dan FUNGSI HAKAMAIN”. Kami membahas materi tersebut dengan segala kemampuan saya yang terbatas dan Alhadulillah saya berhasil menyelesaikannya. 

 Dan kami mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah mengajari membuat makalah ini dari awal sampai akhir. Serta pihak-pihak terkait yang membantu penyelesaian makalah ini. Mohon maaf atas segala kekurangan dan kelemahan, oleh karena itu mohon saran dan kritik demi hasil yang lebih baik dikemudian hari.

 

Daftar Isi 

Kata Pengantar

Daftar Isi

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

BAB II

PEMBAHASAN

A.  SYIQAQ

B. HAKAMAIN

C. Penyelesaian SYIQAQ dengan HAKAMAIN

BAB III

PENUTUP

A.   Kesimpulan

B.  Saran

DAFTAR PUSTAKA


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Syiqaq merupakan suatu hal yang tidak bisa dihindarkan dari kehidupan manusia, hal ini disebabkan manusia adalah makhluk sosial yang dalam kehidupannya akan selalu terlibat dalam interaksi. Syiqaq dari waktu ke waktu dapat semakin meningkat terutama dalam hubungan yang serius. Setiap saat dimana terdapat dua orang atau dua kelompok yang akan mengambil keputusan mempunyai potensi untuk menimbulkan suatu konflik bahkan dalam hal keluarga. Dan yang diharapkan dalam suatu keluarga yaitu dalam hal kebahagiaan. Namun untuk mencapai suatu kebahagiaan perkawinan bukanlah sesuatu hal yang mudah karena kebahagiaan perkawinan akan tercapai apabila pasangan suami istri memiliki kualitas interaksi perkawinan yang tinggi. 

Dalam suatu perkawinan terkadang apa yang diharapkan oleh masing-masing individu tidak sesuai dengan kenyataannya setelah individu tersebut menjalani bahtera rumah tangga. Perkawinan menuntut adanya perubahan gaya hidup, menuntut adanya penyesuaian diri terhadap tuntutan peran dan tanggung jawab baru baik dari suami maupun istri. Ketidakmampuan untuk melakukan tuntutan-tuntutan tersebut tidak jarang menimbulkan pertentangan, perselisihan dan bahkan berakhir dengan perceraian.

B.  Rumusan Masalah

1.    Apa yang dimaksud dengan SYIQAQ dan HAKAMAIN?

2.    Bagaimana HAKAMAIN bisa digunakan saat SYIQAQ?

C.  Tujuan

1.    Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan SYIQAQ dan HAKAMAIN.

2.     Mengetahui kegunaan HAKAMAIN saat terjadi SYIQAQ.


BAB II

PEMBAHASAN

A. SYIQAQ (PERSELISIHAN)

Syiqaq berarti perselisihan atau retak. Menurut istilah fiqih, syiqaq berarti perselisihan suami istri yang diselesaikan oleh dua orang hakam, yaitu hakam dari pihak suami dan hakam dari pihak istri.

Dasar Hukum Syiqaq

Dasar hukum Syiqaq ialah firman Allah SWT dalam Al-Qur’an surat An-Nisa ayat 35: Artinya “dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka kirimkanlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan, jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah member taufik kepada suami istri itu. Sesungguhnya Allah maha mengetahui lagi maha mengenal”. (QS. An-Nisa: 35)

Ayat 35 surat An-Nisa merupakan kelanjutan dari ayat 34 yang menerangkqn cara-cara suami member pelajaran kepada istrinya yang melalaikan kewajibannya. Apabila cara yang diterangkan ayat 34 telah dilakukan, namun perselisihan terus memuncak, maka suami hendaknya tidak tergesah-gesah menjatuhkan talak, melainkan mengangkat dua orang hakam yang bertindak sebagai juru pendamai. 

Firman allah tersebut menjelaskan, jika terjadi kasus syiqaq antara suami isteri maka dianjurkan untuk mengutus seorang hakam dari pihak laki-laki maupun perempuan, dengan tujuan untuk menyelidiki dan mencari sebab musabab permasalahan antara keduanya, dan allah menganjurkan agar pihak yang berselisih apabila memungkinkan untuk kembali membina rumah tangga (hidup bersama) kembali. Dan perlu diketahui yang dimaksud hakam dalam ayat tersebut adalah seorang bijak yang dapat atau cakap untuk menjadi penengah dalam menghadapi konflik yang sedang terjadi.

Ibnu Qudamah secara kronologis menjelaskan langkah-langkah yang diambil oleh seorang hakam dalam menghadapi konflik tersebut, yaitu:

Pertama, hakim mempelajari dan meneliti penyebab terjadinya konflik tersebut, dan apabila ditemukan penyebabnya adalah nusyuznya isteri maka penyelesaiannya adalah sebagaiman dalam kasus nusuz isteri, dan bila asal permasalahan terjadi karena nusyusnya suami maka yang harus dilakukan adalah mencari orang yang disegani untuk menasehati sang suami supaya menghentikan sikap nusyuznya terhadap isteri. Dan apabila konflik tersebut berasal dari keduanya dan keduanya saling menyalahkan maka hakim mencarikan orang yang disegani untuk menasehati keduanya. 

Kedua, bila langkah-langkah di atas tidak membuahkan hasil, maka hakim menunjuk seseorang dari pihak suami dan pihak isteri untuk menyelesaikan konflik tersebut. Kepada kedua orang yang ditunjuk oleh hakim tersebut diserahi wewenang untuk menyatukan kembali keluarga yang hampir pecah itu dan apabila hal tersebut tidak memungkinkan maka diperbolehkan untuk menceraikannya.

Ulama berbeda pendapat dalam menentukan kedudukan orang yang diangkat menjadi hakam. Pendapat yang pertama, berasal dari riwayat imam ahmad dan juga imam syafi’I serta dijadikan pegangan oleh atha yang pada intinya kedudukan dua orang hakam tersebut adalah sebagai wakil dari suami isteri. Oleh karena itu, kedua hakam tersebut hanya berwenang untuk mendamaikan keduanya, dan tidak berwenang untuk menceraikan keduanya kecuali atas izin dan persetujuan dari pihak suami isteri. Mereka beralasan bahwa kehormatan yang dimiliki istri menjadi hak bagi suami. Selain itu keduanya telah dewasa dan cerdas, oleh karena itu pihak lain tidak dapat memutuskan sesuatu kecuali atas persetujuannya.

Golongan kedua yang terdiri dari ali, ibnu abbas, imam malik, dan lain-lain berpendapat bahwa dua orang hakam tersebut berkedudukan sebagai hakim. Oleh karena itu keduanya dapat bertindak menurut apa yang dianggapnya baik tanpa persetujuan suami isteri. 

Berdasarkan pendapat para ulama di atas dapat disimpulkan bahwa seseorang yang mewakili pihak suami ataupun pihak istri dalam hal syiqaq berkedudukan, pertama, sebagai wakil dari suami istri dan dalam hal ini kedua orang tersebut tidak berhak untuk memutuskan perkara tanpa adanya persetujuan dari kedua orang yang berselisih. Kedua, seseorang yang mewakili dari pihak suami ataupun pihak isteri berkedudukan sebagai hakim dan mereka mempunyai kewenangan untuk memutuskan perkara walaupun tanpa persetujuan orang yang bersangkutan.

Tingkatan Syiqaq

Persengketaan, perselisihan, pertengkaran, dan konflik suami istri memiliki tingkatan yang berbeda-beda, ada tiga tingkatan, yaitu:

1.      Persilihan tingkat terendah, yaitu pertengkaran yang disebabkan oleh hal-hal sepele, misalnya istri malas bangun pagi sehingga suaminya Kesal dan membangunkan dengan cara kasar, seperti menciprati mukanya dengan air, dan istri tidak terima, sehingga akhirnya terjadi pertengkaran.

2.      Perselisihan tingkat menengah, yaitu pertengkaran suami istri yang disebabkan oleh kedua belah pihak yang melukai hati atau menghilangkan kepercayaan diantara mereka, misalnya suami melihat istrinya sedang bersama laki-laki, sekalipun tidak melakukan hal-hal yang tergolong maksiat berat atau istrinya melihat suaminya sedang berkencan dengan perempuan lain.

3.      Perselisihan tingkat tinggi, yaitu pertengkaran yang disebabkan oleh hal-hal yang sangat mendasar, misalnya istri dan suami murtad, suami berzina dengan pelacur atau dengan istri orang lain, dan sebaliknya istrinya yang melacurkan diri atau kabur dari rumah mengikuti pacar gelapnya.

Tiga tingakatan konflik diatas banyak dialami oleh suatu rumah tangga, baik pihak suami maupun pihak istri. Untuk tingkatan pertama, biasanya masih dapat dilakukan perdamaian, jika suami mengaku bersalah, istri memaafkannya, dan keduannya berdamai kembali. Perselisihan kedua agak berat, karena dapat menimbulkan rasa benci dan dendam dari kedua belah pihak. Namun, jika keduanya menyadari bahwa manusia tidak luput dari kesalahan, rumah tangganya akan utuh kembali. Jika susah didamaikan, hendaklah kedua pihak mendapatkan juru damai (hakam) dan dari pihak keluarga suami dan pihak keluarga istri, sehingga kemarahan suami istri tersebut dapat diredam, dan rumah tangganya utuh kembali.

Perselisihan tingkat ketiga, merupakan perselisihan yang sangat berat. Jika suami berzina, istrinya merasah sakit hati dan tidak akan percaya lagi kepada suaminya, sehingga ia selalu curiga kepada suaminya. Akibatnya, suami tidak akan tenang bekerja karena merasa diawasi terus. Jika yang berzina adalah istrinya, suami harus menalaknya, karena menikahi pezina adalah haram. Bagi istri yang berzina bukan talak sebagaimana adanya talak raj’i dan talak ba’in, melainkan telah fasakh atau rusak, jika suaminya masih mau menerimanya, suaminya akan memberi syarat mutlak, yakni istrinya harus bertobat. 

Untuk menyelesaikan kasus perselisihan tingkat ketiga, ada dua pilihan, yaitu suami atau istri saling memaafkan dan bertobat kepada Allah SWT, atau melalui persidangan dipengadilan. Dengan demikian, yang dimaksud dengaan hakam adalah juru damai dari pihak keluarga dan juru damai dari pihak pengadilan, jika masalahnya dimejahijaukan. 


B. HAKAMAIN

1. Pengertian Hakamin

            Menurut bahasa, hakamain berarti dua orang hakam, yaitu seorang hakam dari pihak suami dan seorang hakam dari pihak isteri untuk menyelesaikan kasus syiqaq. Arti hakam yang tersebut pada ayat 35 surat An-Nisa’ disebutkan :

Artinya :

"Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, Maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. jika kedua orang hakam itu bermaksud Mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal"

                Dari arti hakam pada ayat di atas terdapat perbedaan di kalangan ahli fiqih:

a.       Menurut pendapat Imam Abu Hanifah, sebagian pengikut Imam Hambali, dan dari pengikut Imam Syafi’I “hakam” itu berarti wakil, sama halnya dengan wakil, maka hakam tidak boleh menjatuhkan talak kepada pihak istri sebelum mendapat persetujuan dari pihak suami. Begitu pula hakam dari pihak isteri tidak boleh mengadakan khuluk sebelum mendapat persetujuan dari istri. 

b.      Menurut Imam Malik, sebagian lain pengikut Imam Hambali dan sebagian pengikut Imam Syafi’i. Hakam itu sebagai hakim, sebagai hakim maka hakam boleh memberi keputusan sesuai dengan pendapat keduanya tentang hubungan suami isteri yang sedang berselisih itu, apakah ia akan memberi keputusan perceraian atau ia akan memerintahkan agar suami isteri itu berrdamai kembali.

Menurut suatu riwayat dari Imam Syafi'I, 'Pernah datang pasangan suami istri (pasutri) kepada Ali r.a. dan beserta mereka ada beberapa orang lainnya. Ali menyuruh mereka untuk megutus seorang hakim. Kemudian berkata kepada keduanya, "Kamu tentu tahu, apa yang wajib kamu lakukan. Apabila kamu berpendapat bahwa kamu dapat mendamaikan mereka, cobalah lakukan. Dan jika kamu berpendapat bahwa keduanya lebih baik bercerai, perbuatlah."

Perempuan itu berkata,"Aku suka berhukum dengan kitab (hukum) Allah, dengan sesuatu yang dipikulkan atas diriku (cerai atau tidak cerai aku terima)". Berkata pula suami itu,"Adapun soal perceraian aku tidak mau." Ali berkata, "Engkau dusta, demi Allah hingga engkau mengakui seperti apa yang diakui oleh istrimu.

Menyimak keterangan di atas, nyatalah bahwa hak perdamaian terletak di tangan hakim itu untuk bercerai ataupun tidak. Kedua suami istri harus menerima keputusannya. Sedapat mungkin hakim itu ialah ahli yang lebih akrab dan banyak mengetahui perhubungan keduanya. Kalau tidak ada, boleh juga ahli yang agak berjauhan sedikit asal mereka dapat dipercaya. 


C. Peran Hakamain dalam penyelesaian SYIQAQ

Peranan hakam sebagai mediator (pemberi saran) dalam penyelesaian sengketa perceraian atas dasar syiqaq, sangatlah bermanfaat dan berarti dalam memberi masukan pada hakim guna ikut menyelesaikan perselisihan yang terjadi. Kewenangan hakam selaku mediator dalam penyelesaian sengketa perceraian hanya sebatas memberi usulan pendapat dalam pertimbangan dari hasil yang telah dilakukan kepada hakim. Dan Undang-Undang tidak memberikan kewenangan kepadanya untuk menjatuhkan putusan.

Menurut arti dari surat An-Nisa’ di atas, jika terjadi kasus antara suami isteri, maka diutus seorang hakam dari pihak suami dan pihak isteri yang berfungsi mengadakan penelitian dan penyelidikan tentang sebab musabab terjadi syiqaq yang dimaksud. Serta berusaha mendamaikannya atau mengambil prakarsa putusnya perkawinan kalau sekiranya jalan inilah yang terbaik.

Terhadap kasus syiqaq ini, hakam bertugas menyelidiki dan mencari hakekat permasalahannya, sebab-sebab timbulnya persengketaan dan berusaha sekuat mungkin untuk mendamaikan kembali. Agar suami isteri kembali hidup bersama dengan sebaik-baiknya. Kemudian jika dalam perdamaian itu tidak mungkin ditempuh, maka kedua hakam berhak mengambil inisiatif untuk menceraikannya, kemudian atas dasar prakarsa hakam ini maka hakim dengan keputusannya menetapkan perceraian tersebut. Hakamain (kedua hakam) itu boleh memutuskan perpisahan antara suami isteri tanpa suami menjatuhkan talak.

Hadits Nabi yang diriwyatkan oelh Ali Bin Thali r.a : 

Artinya :”Kepada kedua juru damai itu hak memisahkan dan mengumpulkan kedua suami isteri” 

            Adapun Imam Syafi’I dan Abu Hanifah beralasan bahwa pada dasarnya talak itu tidak berada di tangan siapapun, kecuali suami atau orang yang diberi kuasa olehnya. Sehubungan dengan hal tersebut, para pengikut Imam Malik berb eda pendapat dalam hal apabila kedua juru damai itu menjatuhkan talak tiga.

Syarat-syarat hakamain

Berlaku adil antara pihak yang berperkara

Mengadakan perdamaian antara kedua suami isteri dengan ikhlas

Disegani oleh kedua pihak suami atau isteri

Hendaklah berpihak kepada yang teraniaya, apabila pihak yang lain tidak mau berdamai 


BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

      Ada beberapa kata kunci yang bisa kita petik dari makalah ini untuk memahami Syiqaq, dan fungsi hakamain dalam penyelesaian masalah :

Syiqaq berarti perselisihan. Menurut istilah fiqih berarti perselisihan suami istri yang diselesaikan dua orang hakam, yaitu seorang hakam dari pihak suami dan seorang hakam dari pihak istri.

Ketika permasalahan yang dihadapi suami istri masih menemukan jalan buntu, maka perlu dihadirkan dua orang dari pihak suami maupun istri yang disebut hakamain. Bisa jadi kedua orang tersebut dari kalangan keluarga mereka dan boleh juga memang hakim yang diberikan wewenang pemerintah untuk bertugas sebagai penengah perkara yang tengah dihadapai oleh suami maupun istri, sebagaimana ada beberapa pendapat tentang arti hakamain dalam surat al-Nisa’ ayat 35 yang telah dijelaskan pada paragraph di atas.

B.  Saran

      kami para pemakalah menyadari bahwa makalah yang kami buat ini masih banyak yang harus di benahi, oleh karena itu kritikan dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan guna memperbaiki makalah yang kami buat ini.

Harapan kami, makalah ini bisa menambah wawasan bagi pembaca dan semoga bermanfaat bagi kita semua. Amiin.


DAFTAR PUSTAKA

Hadits-Hadits PIlihan Bukhari Muslim.Jakarta.1990

Az-Zuhaili, Wahbah Fiqh Islam Wa Adillatuhu, ahli bahasa oleh Abdul Hayyie alKattani,dkk, (Jakarta : Gema Insani, 2011), Cet. 1. h. 230.

Al-qur’an Dan Terjemahannya.Departemen Agama Ri.Jakarta.2002

Beni Ahmad Saebani, Fiqih Munakahat 2 (Bandung: Pustaka Setia, 2001), Hlm. 51-52.

Hafizhah, Fiqih Munakahat (Ponorogo: Pustaka Al-Bayyinah, 2013), Hlm. 186-188.

Http://Hukumperkawinandiindonesia.Blogspot.Com/2012/03/Syiqaq-Pengertian-Dan-Akibat-Hukumnya.Html. Diakses, Tanggal 22 Septeber 2020, Jam 07. 47.

Drs.Slamet  Abidin-Drs.H.Aminuddin.Fiqh Munakahat.Pustaka Setia.Bandung.1999,hal 143

Tihami, Fiqih Munakahat (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2010), Hlm. 188


Tidak ada komentar:

Prospek Hukum Perdata Islam di Indonesia

 MAKALAH “Prospek Hukum Perdata Islam di Indonesia ” Mata Kuliah: Hukum Perdata Islam di Indonesia B  Dosen Pengajar : Noor Efendy, SHI, MH ...

Diberdayakan oleh Blogger.